Aku dua kali naik angkot hingga sampai ke sekolah. Dari Lokasi, berhenti di lampu merah Jalan Gatot Subroto, lalu naik angkot jurusan Pal 6 yang melewati Jalan Gatot Subroto. Pagi itu seperti biasa aku menunggu angkot. Setelah menunggu sekitar hampir setengah jam, angkot akhirnya jalan juga. Aku deg-degan sekali karena rasanya bakal telat sampai ke sekolah. Rasa deg-degan itu menjadi-jadi ketika angkot baru berjalan satu menit. Tiba-tiba di dekat masjid, ada kerumunan warga.
"Ada apa, sih?" tanya seorang ibu paruh baya di sebelahku.
Empat penumpang diliputi penasaran, sementara aku panik karena takut terlambat sampai sekolah. "Alamat menjadi petugas rutin apel Senin, nih," ucapku dalam hati. Maksudnya, jadi salah satu dari barisan siswa yang terlambat.
Tak lama, ada seorang lelaki mungkin usia 30-an keluar dari sebuah gang. Aku yang belum sempat sarapan mendadak mual tak terkira. Hal yang menakutkan terpampang di depan mata. Alamak! Aku ingin menutup saja, tapi sudah kadung melihatnya.
Lelaki itu masih berdiri di pinggir jalan. Satu pun warga tak ada yang berani mendekat. Dia merintih dan memegang perutnya yang berlumuran darah. Tak jauh dari tempatnya, berdiri seorang lelaki dengan memegang parang. Perkelahian baru saja terjadi. Aku takut darah. Darah adalah hal yang menakutkan. Ditambah lagi parang yang berlumuran darah itu.
Aku jelas terlambat masuk sekolah. Adegan parang berdarah itu pun masih terekam jelas sampai sekarang. Sejak itu, setiap aku melihat benda tajam semisal pisau saja, aku selalu menaruhnya atau menyimpannya di tempat yang menurutku tidak akan bisa melukai orang.
Bali, 090416
Kirain hantu hehehe
BalasHapusHati2 deh jika ada orang membawa benda tajam dekat kita.
Salam hangat dari Jombang
Ya ampuuun, ngeri mba. Kok ya pada kelahi sih.
BalasHapusPengalaman yang membuat trauma seperti itu memang susah untuk hilang dari ingatan
Ya ampuuun, ngeri mba. Kok ya pada kelahi sih.
BalasHapusPengalaman yang membuat trauma seperti itu memang susah untuk hilang dari ingatan