Kamis, 24 Maret 2016

Lima Jajanan Favorit di Kota Banjarmasin



Sebenarnya sangat ingin ikut Give Away Mbak Maya Siswadi jauh sebelum deadline tanggal 25 Maret besok. Tapi, rasanya ingin sekali menulis saat mudik. Ya, tulisan ini saya tuliskan di kota kelahiran, Banjarmasin. Alhamdulillah, akhirnya mudik dan temu kangen dengan keluarga dan tentu saja temu kangen dengan makanan khas Banjar. Sudah setahun saya bekerja di Yogyakarta. Siapa pun pasti tahu, betapa bejibunnya makanan dan jajajan kaki lima di sana. Namun, lagi-lagi kata hati menuntun saya harus menulis tentang makanan khas Banjar. ^_^

Kamis, 24 Maret 2016, pukul 14.35 WIB saya mendarat di Bandara Syamsuddin Noor. Sudah sejak beberapa hari sebelumnya, saya berniat sorenya langsung “keluyuran” di jalanan, berburu jajanan kaki lima di sepanjang Jalan A. Yani km. 4 (daerah sekitar tempat tinggal ortu). Dari jauh hari, adik bungsu sudah saya “sewa” jadi tukang ojek. Kakak durhaka, inilah saya. :v
Awalnya saya bingung mendengar kata “jajanan kaki lima”. Jajanan, menurut saya, identik dengan kue, penganan, camilan, atau makanan ringan, bukan makanan berat. Namun, sepertinya makna “jajanan” ini jadi luas sekali. Misalnya, saya pernah hadir di acara Festival Jajanan B*ngo. Nah, yang disajikan di festival itu ternyata lebih banyak makanan berat daripada makanan ringan. Saya pun meyimpulkan, makna “jajanan” tidak lagi sempit, tapi sudah diperluas. Sama seperti penggunaan kata “ikan” yang diperluas tidak hanya khusus ikan yang bisa berenang itu, tapi juga ikan dalam artian lauk. Ikan tempe, misal.
“Kaki lima”. Siapa pun pasti tahu apa itu pedagang kaki lima. Bukan berarti penjualnya punya lima kaki. Sesuai KBBI, “pedagang kaki lima” bermakna “pedagang yang berjualan di serambi muka (emper) toko atau di lantai tepi jalan.” Jadi, pedagang kaki lima adalah pedagang yang tidak mempunyai toko secara permanen, yang berjualan di tepi jalan, dan yang bisa berjualan berpindah-pindah tempat.
Oke, saya kira sudah paham semua apa itu jajanan kaki lima. Sekarang, saatnya eksekusi. Dari belasan pedagang kaki lima di area Jalan A. Yani, saya mengulas lima jajanan yang sepertinya menjadi favorit masyarakat Banjarmasin. Jajanan apa sajakah itu?

1. Bingka

Kue khas Kalimantan Selatan ini salah satu jajanan primadona orang Banjar. Bentuknya ada yang bulat kecil, ada pula yang sebesar piring (biasanya bentuk bunga). Dulu, bingka cuma ada rasa gula merah dengan toping tahi lala. Jangan ilfil dulu. Tahi lala adalah sari santan dengan rasa gurih dan berminyak. Sekarang, rasa bingka mulai bervariasi. Ada rasa tape ketan, pandan, cokelat, keju, labu, kentang, dan sebagainya. 



Fuza dan Shafa langsung memilih bingka. "Aku yang hijau," ucap Fuza. "Aku yang kuning," kata Shafa. ;)

Waktu saya kecil, kue dengan rasa manis dan berminyak ini sering saya beli di penjaja kue yang lewat di depan rumah. Sekarang bingka banyak dijual di pinggir jalan. Biasanya pagi dan sore hari. Kue bingka ini saya beli di Jl. A. Yani km. 4. Buka sekitar jam 4 sore. Harga 1 bingka Rp 1.500.

2. Ronde dan Bubur Kacang Hijau

Mendengar kata ronde, saya selalu teringat sosok bapak tua penjual ronde yang sering lewat di depan rumah. Langkah kakinya sangat cepat sehingga kalau aku dan keluarga ingin membelinya, harus siap-siap menunggu di depan rumah.

Ciri khas ronde di Banjarmasin adalah memakai campuran gabin, bukan roti seperti wedang ronde yang saya makan di Yogyakarta. Sayangnya, sudah tiga tahun ini, si bapak penjual ronde tidak pernah lewat lagi di depan rumah. Sejak itu, kami sering beli ronde di kawasan Jl. A. Yani km. 4,5 atau di kawasan Ratu Jaleha. Buka jam 4 sore. Harganya mulai Rp 5.000/porsi.
Sepertinya ronde tidak terpisah dengan kacang hijau. Entahlah, ada apa gerangan hubungan keduanya, apakah saudara sepupu, sepasang kekasih, atau... Cut! Saya mulai ngaco.

3. Mi Bancir

Jauh sebelum seorang chef lulusan Master Chef asal Kalimantan Selatan membuka rumah makan dengan menu mi bancir, kami sekeluarga sudah berlangganan mi bancir di Warung Gardu Induk Jl. A. Yani km. 4,5. Warung ini buka dari jam 4 sore. Harga seporsi mi bancir Rp 10.000.

Bancir (bahasa Banjar) dalam bahasa Indonesia artinya banci. Tahu, kan, apa banci? Dinamakan mi bancir karena dimasak dengan cara digoreng dan diberi kuah. Jadi, tidak jelas statusnya apa mi rebus atau mi goreng. Yang jelas, cintaku sama kamu jelas, kok. Beneran! #dilemparwajan.

4. Ketupat Kandangan dan Nasi Kuning

Ketupat Kandangan dan nasi kuning adalah menu primadona orang Banjar. Biasanya, ketupat Kandangan dan nasi kuning banyak dijual di warung-warung pinggir jalan saat pagi hari. Waktu masih sekolah, nasi kuning menjadi menu sarapan favorit. Tinggal beli di warung pinggir jalan, yang hanya dalam waktu dua jam sudah habis. Ciri khas nasi kuning dan ketupat Kandangan adalah ikan gabus atau haruan.

Meskipun sangat enak, ketupat Kandangan buat sarapan jelas sangat berbahaya buat orang yang kolesterolnya bermasalah sebab kuah santalnya yang sangat kental. Waktu SMA, aku sering beli nasi kuning atau ketupat Kandangan di Jl. A. Yani km. 5. Harganya sekitar dari Rp 10.000-15.000.


5. Apam Peranggi

Apam banyak jenisnya di Kalimantan Selatan. Ada apam batil, apam Barabai, apam peranggi, dan masih banyak lagi. :D Bahasa daerah lain disebut apem.


Sebenarnya dari semua jenis apam, yang paling saya suka apam batil yang dimakan dengan kuah gula merah. Apam batil banyak dijual di Jl. A. Yani km. 7, apalagi di Pasar Ahad pagi Minggu.
Tadi saya beli apam peranggi di Jl. A. Yani km. 6. Sama dengan pedagang kaki lima lain, warung ini buka mulai jam 4 sore. Harganya Rp 1.500. Apam ini dimasak dengan cara dipanggang. Rasanya manis dengan tekstur merekah.

Mengulas makanan atau jajanan memang tidak ada habisnya. Kalau urusan perut memang tidak ada kata puas, ya. :D Lain waktu alias lain postingan, akan saya ulas lagi makanan atau jajanan lainnya. Bye bye!

Bjm, 240316


"Tulisan ini diikutsertakan dalam Advencious dan Jengsri First Giveaway"

9 komentar:

  1. Jadi ngiler liat makanan di pagi hari. Hiihii. Mba, teryata makanan banjar banyak juga ya. Unik ya masing-masing daerah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak, masing2 daerah pasti unik masakannya. ;)

      Hapus
  2. Aku kepengin banget makan kue bingka yang legit ini, hehehe, belum pernah kesampaian

    BalasHapus
  3. Ya ampun, indonesia memang kaya banget ya Mak kekayaan kulinernya.. Mudah-mudahan suatu saat bisa main ke banjarmasin, ngiler liat mi bancirnyaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiiin. ;) harus coba kuliner satu itu, mbak. ;)

      Hapus
  4. Mi bancir dan ketupat kandangan.
    Hmmm

    BalasHapus
  5. kalau ke Banjar, ajak-ajak saya yaa edib :)

    BalasHapus
  6. Kalau urusan makanan tradisional. Hampir semua makanan tradisional di Indonesia, asal halal dan baik, biasanya saya suku. Maklumlah, saya tidak biasa pilih. Seperti makanan yang ada di Banjar ini.

    Terakhir berkunjung ke Banjar 16 tahun yang lalu. Pingin deh ke Banjar lagi. Apalagi kalo ada yang ngajak. Hahaha....

    BalasHapus