Senin, 16 Februari 2015

Baayun Maulud



PAGI 21 Januari 2015, Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru tampak ramai. Alunan selawat Nabi berkumandang. Tampak piduduk yang berisi buah kelapa, beras, gula merah, garam, serai, dan lain-lain, berjejer di sisi kanan  panggung utama. Piduduk adalah semacam syarat atau perlengkapan upacara baayun. Di samping kiri kanan panggung utama tempat grup Habsyi dan tamu undangan duduk itu, terdapat tenda dengan gelantungan ayunan dari tapih bahalai atau sarung batik. Masing-masing ayunan dihiasi kain warna-warni, anyaman dari daun kelapa, serta plastik berisi kue cucur, kue cincin, dan pisang mahuli (pisang emas). Terkadang terdengar tangis dan tawa bocah-bocah yang sedang berayun. Usia mereka dari belasan hari hingga usia SD. Peserta baayun kali ini dari berbagai kabupaten di Kalimantan Selatan, bahkan ada yang dari Balikpapan, Kalimantan Timur.
        

Piduduk di depan grup Habsyi
         Berdasarkan sejarahnya, tradisi Baayun Maulud ini awalnya bernama Baayun Anak. Tujuannya sebagai ritual tolak bala dan proses simbolis awal hidup si anak. Karena Suku Banjar kebanyakannya memeluk agama Islam, tradisi itu pun dikemas dengan apik. Jadi, adat istiadat dan budaya dari nenek moyang tetaplah hidup dengan tetap berlandaskan nilai-nilai keislaman. Ini dapat dilihat dari penyelenggaraannya pada bulan Maulud (Rabiul Awal) atau saat peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Baayun Maulud massal ini menjadi agenda tahunan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan ataupun dinas masing-masing kabupaten.
       Sekian lama hidup sebagai orang banua (banua sebutan orang Banjar untuk tanah kelahiran), baru kali ini aku menyaksikan langsung perayaan Baayun Maulud. Aku memang sering mendengarnya, tapi yang kutahu hanya diadakan di kabupaten lain yang jaraknya jauh dengan rumahku di Banjarmasin dan Banjarbaru (maklum, aku punya banyak rumah---rumah ortu dan kakak, hahaha), yaitu di Kabupaten Tapin (sekitar tiga jam dari rumah). Aku benar-benar tidak tahu dan buta kalau Baayun Maulud juga diadakan di masing-masing kabupaten dan di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru. Aih, sangat kudet (kurang update) diriku ini!



       Selesai pembacaan selawat dan ayat suci Alquran, sambutan-sambutan, serta ceramah agama dari Tuan Guru (sebutan ulama di Kalimantan Selatan), para orangtua pun bersiap-siap berdiri di samping ayunan masing-masing. Anak-anak dibuai dalam ayunan dengan diiringi selawat Nabi. Suasana tampak khusyuk. Dengan pembacaan selawat bersama-sama, semua yang hadir memuji dan membuktikan cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, masih diiringi selawat, ibu-ibu menggendong anaknya, lalu berjalan ke panggung utama. Tuan Guru duduk di panggung, bersiap memberikan tapung tawar. Tapung tawar merupakan ritual doa dengan cara memegang jidat anak dan memercikkan air tutungkal (air campuran minyak, rempah-rempah harum, dan minyak buburih) ke jidat, lengan, bahu, ubun-ubun, dan kaki. Prosesi Baayun Maulud pun ditutup dengan pembacaan doa oleh Tuan Guru.


Orang dewasa pun tidak ketinggalan ikut menyemarakkan tradisi Baayun Maulud
        Ada yang unik dalam setiap perayaan Baayun Maulud. Pesertanya tidak hanya dari anak-anak, melainkan juga orang dewasa. Tapi, jangan harap mereka bisa "benar-benar" baayun seperti anak-anak, ya. Takutnya paring alias bambu, tempat menggantung ayunan itu patah dan tendanya roboh! Hahaha.... Peserta usia dewasa itu baayun secara simbolis saja. Mereka tetap duduk di ayunan di atas bangku.

Bjm, 170215 
       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar