Sumber ilustrasi: terbaikhosting.com |
Dunia blog adalah dunia yang baru buat
saya. Menurut saya, dulu blog itu tidak ada keistimewaannya. Meski sudah
mengenal blog sejak tahun 2012, saya tidak tertarik untuk ngeblog. Saya pikir
ngeblog itu sangat sulit. Saya termasuk orang yang gaptek dan tidak gampang
terbuka dengan dunia komunikasi terbaru, termasuk dunia internet (blog
khususnya). Tapi, lama-lama pemikiran saya itu terbantahkan. Saya mulai tertarik
menulis di blog. Semua berawal dari hobi saya “stalking” beberapa blog. Yup,
saya suka membaca tulisan blogger. Ada blog yang membahas travelling, food, dan
parenting. Saya benar-benar terkesima dengan tulisan para blogger.
Tahun 2013 saya mulai ngeblog setelah
beberapa kali “dikomporin” seorang sahabat sekaligus ibu. Ya, saya menganggap
dia ibu. Apakah dia ibu yang baik? Ternyata tidak (Duh, jadi takut dijewer).
Sumpah, dia itu ibu yang sukanya ngomporin! Ngomporin saya yang kudet (kurang update)
banget sama perkembangan teknologi dan informasi. Ngomporin saya yang masih betah
sembunyi dalam tempurung kegaptekan.
“Hah? Kamu baru kenal dunia internet
setelah lulus kuliah? Ih, dodol banget! Aku saja dari tahun 90-an sudah aktif
di dunia online.” Ini salah satu pernyataannya ketika saya bercerita tentang
masa kuliah saya. Yup, saya baru mengenal dunia internet secara intens saat
kuliah, menjelang KKN. Itu pun karena
tugas kuliah dan mau skripsi. Tahu dunia medsos hampir dua tahun setelah
kuliah. Memang dodol banget. :D Yang paling parah kalau dia ngomporin status
kejombloan saya. Ahiiiks!!! (Kunyah bata).
Dia adalah Mama Van dan Bas alias Elisa Koraag. (Jangan salah menyebut namanya, lho. Koraag. Double A. Pelafalannya “Koraah”).
Teman-teman di sebuah komunitas biasanya memanggilnya “Bunda”. Saya sendiri
biasa memanggil “Bundcha”, singkatan dari Bunda Icha. Icha adalah nama
kecilnya.
Kalau dilihat dari perbedaan umur kami
sekitar 21 tahun, dia memang pantas dipanggil ibu atau bunda. Yaaah, meski dia sering protes karena berasa
tua dipanggil begitu (Lah, memang tua gitu! Sadar umur, Buuu! #dikemplang).
Back to topic.
Ceritanya, tahun 2013 itu Bundcha ngomporin agar saya bikin blog. “Nggak ada
rugi-ruginya, deh, bikin blog. Kamu bisa menulis apa saja. Mending ngeblog daripada
kamu nulis status galau mulu.” Pletak!
Tahun 2013, Bundcha mengundang Mbak
Shinta Ries buat mengajar tentang blog secara online. Pesertanya anggota grup
kepenulisan, termasuk saya. Yang diajarkan Mbak Shinta Ries sederhana banget,
yakni cara membuat blog, baik Blogspot ataupun Wordpress. Karena disuruh
mengisi konten blog edisi perdana sesuai minat, saya posting tulisan untuk
pertama kali dengan puisi. Itu pun puisi-puisi copasan dari status Facebook
saya. :D
Bagaimana selanjutnya? Duh, ternyata
menulis di blog cuma bertahan dua bulanan. Blog saya jadi sarang laba-laba
sampai 2014. :D Entah faktor apa yang membuat saya malas banget posting
tulisan. Lagi-lagi, Bundcha jadi kompor yang benar-benar kompor. Tahun 2015 saya
diajak ikut acara blogger. Ada acara peluncuran produk, Sunday Sharing Blog
Detik, hingga baca puisi di beberapa event (termasuk baca puisi di depan
Menteri Kesehatan). Oh, ya, kami sama-sama suka puisi dan membaca puisi.
Momen kebersamaan dengan teman-teman blogger. |
“Menulislah dengan hati.” Ini
pernyataan Bundcha yang selalu saya ingat. Jika kita menulis tidak dengan hati,
menulislah dengan pena atau keyboard PC. Gubrak! Ini serius, Dib, serius! Okey,
soal dengan hati ini memang relatif banget. Kadang juga tidak bergantung suka
atau tidak, melainkan mood atau tidak menuliskannya. Huhu! Ini penyakit saya. Sering menyalahkan mood, padahal sebenarnya malas.
Saya benar-benar belajar ngeblog dari
dasar. Perkembangan ilmu blog saya pun tidak lantas bergerak cepat seperti
cepatnya melupakan sang mantan (ehem!). Bayangkan, cara memasang banner
saja saya masih kelimpungan. Saya juga bingung memasukkan link hidup di
postingan. Pada siapa saya bertanya? Lagi-lagi Bundcha tidak pernah bosan
menjawab dan membantu saya. Perkara dia ngedumel “Duh, ini anak kok dodolnya
amit-amit!”, saya mah tidak urus. Wakakak!
Pokoknya Bundcha dengan sukarela
membagikan pegetahuan dan pengalamannya soal blog. “Kita harus punya waktu
khusus buat ngajarin kamu blog,” ucapnya suatu hari. Memang, meski kami sering
bertemu sebulan atau dua bulan sekali (kalau kebetulan saya ke Jakarta), kami
tidak pernah punya waktu khusus untuk sharing ilmu blogging. Pertanyaan saya
tentang blog selalu ketika saya di Jogja, sedangkan Bundcha di Jakarta, alias
via online.
Bundcha juga mengenalkan saya dengan
komunitas-komunitas blogger. “Gabung dengan komunitas itu perlu. Selain membuka
pertemanan baru, kamu juga bisa belajar dari pengalaman para blogger.” Dan,
memang benar. Berkat gabung dengan komunitas, saya bisa melebarkan sayap
pertemanan. Kenal dengan blogger-blogger Jogja dan daerah lain. Tak kalah penting, pintu
informasi terbuka lebar. Saya bisa mengikuti event-event blog.
Beberapa bulan lalu saya mengikuti Fun
Blogging di Jakarta. Infonya saya dapat dari Bundcha. Paling tidak, meski belum
pernah kursus blog secara privat dengan Bundcha, informasinya tentang Fun
Blogging sangat membantu saya untuk mengetahui bagaimana menulis yang baik dan
benar, bagaimana mengelola blog agar enak dibaca orang, bagaimana memaksimalkan
fungsi medsos dalam ngeblog, dan sebagainya.
Satu hal yang saya suka dengan sikap
Bundcha. Dia tidak sungkan-sungkan memberikan saran dan kritik. Misal, kalau
postingan blog saya kurang gereget isinya, dia langsung berkomentar dan
memberikan saran bagaimana seharusnya isi tulisannya. Kritik Bundcha tidak asal
kritik,lho. Bundcha juga memberikan saran dan solusi yang benar-benar berguna. Dia
tidak segan memberikan masukan topik apa yang saya tulis.
Apalagi kalau sudah berhubungan dengan
komunikasi, siap-siaplah Anda dikritik Bundcha. Talenta dia soal ilmu
komunikasi patut diacungi jempol. Saya sendiri sering tidak berkutik kalau
sudah “kena tembak”. “Kamu tidak menjawab pertanyaan saya, Dib. Coba, deh, kamu
ulang lagi jawabanmu.” Pletak! Hayooo, ngaku yang pernah “kena tembak”?
Keahliannya dalam komunikasi jelas
terlihat dari tulisan-tulisan Bundcha di blog. Membaca tulisan Bundcha sering
membuat saya senyum-senyum sendiri, seperti mendengarkan dia berbicara langsung
di depan kita. Tulisan dia “hidup banget”. Paling suka tulisan Bundcha tentang
anak-anaknya, Vanessa dan Bastian, juga cerita tentang pengalaman kerja dan perjalanannya
keliling Indonesia.
Beberapa momen kebersamaan: Mbolang bersama, hadir acara blogger, dan baca puisi. |
“Saya tidak punya materi dan uang yang
berlebih. Saya bukan orang kaya. Tapi, saya terus ingin berbagi dengan apa yang
saya miliki. Salah satunya berbagi informasi kepada orang lain. Dalam ngeblog,
saya tidak mengejar materi dan kekayaan. Kalau mau kaya, sudah dari dulu saya
kaya. Jika ada yang bilang saya ngeblog karena mengejar uang, dia tidak tahu
siapa saya. Saya ngeblog karena saya suka menulis. Saya ngeblog jauuuh sebelum topik
‘blog menghasilkan uang’ booming. Kalaupun sekarang saya dapat uang dari
ngeblog, itu semata-mata karena bonus dari Tuhan.” Begitulah ucapan Bundcha
ketika kami ngobrol.
“Apakah kamu terpaksa saya ajak
ngeblog?” tanya Bundcha suatu hari.
Iya, saya terpaksa… terpaksa
menanggalkan kemalasan saya karena ajakan Bundcha untuk ngeblog benar-benar
membuat saya tahu arti berbagi meski sekadar tulisan. Terima kasih banyak.
Hanya itu yang bisa saya haturkan, Bundcha. Pola pikir kami memang kadang tak sama. Dalam menyikapi berbagai hal, kadang kami berbentrokan. Kadang saya juga teramat kurang ajar tidak mengikuti wejangannya (kalau menjangan enak kali, ya). Kadang juga kami saling beda pendapat. Tapi, ada hal yang membuat perbedaan itu jadi indah, yakni keinginan kami untuk berbagi dan berbagi lewat tulisan atau blog.
Salam hormat! Edib.
Jogja,
070316
Takut komen. Takut jadi materi tulisan. Hmmm. Mau jitak, jauh. Mau disumpahin, gimàna ya. Sumpah saya manjur. Semoga ngeblog beri kamu banyak manfaat. #bighug
BalasHapusAih, jangan main sumpah2an. :p
HapusAmiiin. #peluk
Hahahaha
BalasHapusSuka deh, ngalir banget. Kayak FF. eh
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusYuk ikutan GA-nya, Wid... ^_^
HapusPersahabatannya berarti ya
BalasHapusBerbagi hal positif pasti sgt berarti, Mbak Ade. :)
Hapustulisannya enak dibaca.. Asik juga ya punya teman yang ngasi semangat ngeblog.. Hihihi. Semoga menang GA nya ya Maaaak
BalasHapusAmiiin. Semoga saya gak males2an lagi, Mak Adriana. :D
HapusMama icha orangnya welcome banget sama pemula kayak aku, asiiik orangnya
BalasHapusBener banget, Mbak Titis. Orang humble. #ah, dia pasti batuk2 sekarang. :D
HapusBahagia pastinya punya sahabat yang senantiasa 'mendorong' untuk kebaikan dan kemajuan :)
BalasHapusBangeeet, Mbak. Persahabatan itu memang kudu saling brbagi kebaikan. ^_^
HapusPribadi yang kereennn
BalasHapusKereeen semua, Kang Arul! :D
HapusSeneng pasti ya punya sahabat baik seperti mbak Icha di dunia blogging yang katanya penuh intrik *kata siapa* wkwkwkkk...
BalasHapusIntrik yang menggelitik. Hehehe... :D
HapusSayangnya banyak, "benci"nya dikit, sialnya malah "benci"nya yang bikin ngangenin yak?
BalasHapusSenang bacanya, beginilah seharusnya dunia maya, mendekatkan , bukan menjauhkan.
Terima kasih sudah ikut Ga ini.
Salam kenal..^^
Senang yah Mbak, ada yg "jerumusin" ke jalan yg lurus, xixiix. Sama banget ini Mbak ma saya, sering mengkambinghitamkan mood sebagai alasan gak update/posting, padahal mah sok sibuk, malas :p
BalasHapusSaya sudah lumayan lama ngeblog, tp blm kenal Bundcha ini, aiihh kudetnya saya :D
Salam kenal yah Mbak.:)