Selasa, 10 Maret 2015

Refreshing Murah Meriah

MANUSIA sangat perlu refreshing di tengah rutinitas yang kadang membosankan. Refreshing tidak hanya dilakukan di pantai, gunung, mal, taman, dan sebagainya, tapi bisa juga di sebuah tempat yang jarang dikunjungi. Seperti yang aku lakukan hari Minggu kemarin. Aku secara khusus meluangkan waktu untuk bersesak-sesakan di sebuah pasar tradisonal Banjarmasin, yaitu Pasar Ahad Kertak Hanyar Pal 7.

Gerbang Pasar Ahad. Lupa difoto. Foto ini saja yang sumbernya Google, sedangkan foto yang lain hasil candid sendiri. :D
       Sebenarnya pasar ini buka tiap hari, tapi hari Ahad (Minggu) lebih ramai pedagang dan pembeli. Pasar ini dijadikan tempat finish pelari Banjarmasin, eh, masyarakat Banjarmasin di setiap hari Minggu. Dulu waktu sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, setiap Minggu pagi, aku sering lari pagi bersama teman-teman. Jarak rumah ke Pasar Ahad sekitar empat kilometer. Kalau sekarang, sih, menyerah sebelum bertempur. Paling aku cuma naik sepeda sendirian, naik angkot, atau naik motor dengan adik.
        Jam di ponsel sudah menunjukkan angka sepuluh ketika aku sampai di pasar. Pasar masih ramai. Cuaca panas dan tanah lumayan becek sebab hujan malamnya, tak membuat nyaliku ciut untuk mengelilingi pasar. Berbagai dagangan dijual di sana, dari buah-buahan lokal, hewan peliharaan (ayam, bebek, kucing, kelinci, ikan hias, dan burung), berbagai kuliner khas Banjar, pakaian, peralatan rumah tangga, jasa mainan (odong-odong), dll.
       Aku bergegas mencari makanan dulu karena belum sarapan. Banyak pilihan makanan di sini. Tinggal pilih saja mau penganan atau makanan berat (tentunya harus bayar, ya!). Apam serabi dan lupis (penganan dari ketan) banyak dijual di warung-warung kecil. Kue-kue basah pun banyak macamnya, seperti amparan tatak, patah, kue lapis, jaring (jengkol), dll.... Tak ketinggalan menu sarapan  primadona khas Kalimantan Selatan, yaitu nasi kuning sambal habang dan ketupat kandangan (ketupat berkuah santan dan lauk ikan haruan alias gabus). Kali ini aku tertarik dengan menu makanan lainnya, yaitu bubur ayam di pojok pasar. Aku lihat banyak yang makan di warung itu, jadi perkiraanku mungkin buburnya enak. Ternyata benar-benar enak. Semangkuk bubur habis kulahap.

        Setelah itu, aku berburu buah-buahan lokal dan langka. Kebetulan ada buah bundar, jejantik,  limau kuit, dan ramania (gandaria). Bundar adalah buah khas Banjar dengan warna daging seperti daging manggis, tapi teksturnya lebih kres (renyah). Kulitnya berwarna merah cerah dan rasanya manis agak masam. Jejantik adalah salah satu buah hutan Kalimantan. Ukuran buahnya kecil seperti kelereng. Bentuk dagingnya beruas-ruas dengan warna kuning. Sebuah kenikmatan jika jejantik ini rasanya manis. Rasanya sering kecut alias asam. Buah lainnya lagi adalah ramania atau gandaria. Bila masih muda, kulit ramania berwarna hijau dengan rasa yang sangat kecut. Sering dijadikan bahan membuat sambal terasi.  Bila sudah ranum, kulit ramania berwarna jingga dan rasanya agak manis. Keunikan buah ramania adalah bijinya yang berwarna ungu. Limau kuit, buah jenis jeruk berasa asam ini sering dijadikan bahan campuran sambal terasi. Kulitnya keras, kasar, dan berwarna hijau. Aromanya sangat khas dan segar! Bila tidak musimnya, buah ini sulit didapat di pasaran dan mahal banget, lho.

Berbagai buah-buahan dan kue khas Banjar, termasuk jaring alias jengkol.
Buah bundar, jejantik, ramania, limau kuit, dan nangka kulanda (sirsak).
      Buah lainnya yang kubeli adalah tiwadak alias cempedak. Pernah mendengar ungkapan “cempedak berbuah nangka”? Entah apa artinya ungkapan itu. Yang jelas, tiwadak dan nangka masih satu spesies. Ini dilihat dari kemiripan bentuk buah, dari kulit, daging luar, daging dalam, hingga biji. Tiwadak bagi masyarakat Banjar sangat multimanfaat. Semua bagian buah bisa dimakan, kecuali kulit berdurinya. Daging luar diasinkan menjadi mandai, lauk makan yang rasanya maknyus. Selain enak dimakan langsung, daging dalamnya yang berwarna kuning juga enak dibuat gorengan. Bijinya bisa direbus atau digoreng. Di Kalimantan Selatan lagi musim buah tiwadak. Si raja buah alias durian juga merajai musim buah. Saking membanjirnya, aku sampai enek mencium aroma buah durian. Ups! Bukan enek, sih, tapi karena aku memang tidak suka durian.
        Tanganku sudah penuh bungkusan plastik berisi buah bundar, cempedak, jambu biji merah, dan ubi jalar. Jejantik tidak jadi kubeli. Berdasarkan pengalaman, warna kulitnya yang masih ada garis-garis hijau, membuktikan buah itu sangat asam. Perut kenyang dan keringat mulai membasahi baju kausku. Aku kembali ke gerbang depan pasar. Melewati pedagang-pedagang hewan, aku tertarik mengambil foto hewan berbulu bernama kucing persia. Aku bertanya harga itu kucing kepada penjualnya. Kucing persia berumur dua bulan harganya 600.000, sedangkan yang berumur enam bulan seharga satu juta rupiah. Tidak mungkin aku membelinya (lirik isi dompet).

Ekspresi menggemaskan si kucing persia
 
        Di atas taksi, eh, angkot (orang Banjar terbiasa menyebut taksi untuk semua angkutan umum), aku iseng menghitung total belanjaanku. Cempedak dua kilo 10.000, bundar sepuluh biji 5.000, jambu biji ukuran besar lima biji 15.000, ubi jalar satu plastik 5.000, serta sarapan bubur ayam dan es teh 11.000. Ada yang ketinggalan! Sebungkus kopi bubuk seharga 5.000. Jadi, totalnya adalah 51.000! Perut kenyang, kedua tangan pun penuh bungkusan. Begitu menyenangkan tinggal di negara tropis, Indonesia. <3

Belanjaan murah meriah
Bundar

Bjm, 090315

Tidak ada komentar:

Posting Komentar