Selasa, 15 Desember 2020

Khasiat Kental Manis Tak Semanis Rasanya

Sepanjang tahun 2020, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) melakukan penelitian Persepsi Masyarakat tentang Kental Manis. Penelitian ini bekerja sama dengan PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah. Meski pandemi Covid-19, penelitian tetap dilanjutkan dengan sistem online.

Penelitian ini dilakukan di 5 provinsi dengan mengedukasi 12 ribu kader. Bagaimana hasil penelitiannya? Berapa angka konsumen kental manis di 5 provinsi tersebut?




Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku. Sebanyak 2.068 ibu menjadi responden. Para responden memiliki anak usia maksimal 5 tahun. Menurut hasil penelitian secara keseluruhan, 28,96% orang menyatakan bahwa kental manis adalah susu.

Beberapa tahun terakhir sudah digalakkan edukasi tentang kental manis yang bukan susu. Masyarakat sejak dulu salah mengira bahwa kental manis adalah susu. Padahal, kental manis hanyalah gula dengan rasa susu. Penyebutan susu pada produk kental manis akan membuat semakin banyak masyarakat yang memberikan kental manis pada anak-anak usia pertumbuhan (balita).



"Jadi, kental manis tidak boleh dikonsumsi?" Kental manis hanya boleh dijadikan sebagai topping dan campuran minuman kopi dan teh. Bukan sebagai minuman utama.

Menurut Dr. Tria Astika Endah Permatasari, SKM.MKM, "Kental manis mengandung karbohidrat paling tinggi, yaitu 55% per 100 gram." Tidak terbayang jika anak-anak mengonsumsi kental manis setiap hari. Mirisnya, banyak seperti ini. Berdasarkan hasil penelitian, 16,97% orang tua memberikan minuman kental manis kepada anak-anak setiap hari.


Kok orang tua bisa keliru menganggap kental manis sebagai susu? Ini menjadi PR besar bagi kalangan terkait atau kalangan yang bertanggung jawab. Sebanyak 48% ibu mendapatkan informasi kental manis sebagai minuman susu dari berbagai media TV, majalah, dan media sosial. Lebih miris lagi, 16,5% mendapatkan informasi keliru dari petugas kesehatan.


Apa saja akibat jika anak-anak mengonsumsi kental manis? Banyak akibat, antara lain gizi buruk, stunting, diabetes, dan obesitas. Permasalahan gizi buruk juga perlu diperhatikan. Sebanyak 13,4% anak mengalami gizi buruk sebab konsumsi kental manis. Sebab itulah, YAICI bersama PP Muslimat NU dan PP Aisyiah terus melakukan edukasi kepada masyarakat, baik secara offline maupun online di tengah pandemi. Berbagai webinar diadakan agar semakin banyak orang tua yang paham bahwa kental manis bukanlah susu.


Mengapa banyak ibu yang memberikan kental manis kepada anak-anak? Selain faktor kurang update informasi, juga karena faktor ekonomi. Harga kental manis lebih murah daripada produk susu formula. Bahkan, ada kemasan sachet yang bisa dibeli di warung dekat rumah.

YAICI juga melakukan pemantauan terkait iklan kental manis secara terus-menerus. Di beberapa mini market dan super market, produk kental manis diletakkan di deretan produk susu. Mestinya produk kental diletakkan di dekat produk topping, misal meses dan keju. Inilah salah satu sebab masih banyak yang beranggapan kental manis adalah susu. Semoga pihak terkait, produsen dan penjual kental manis, semakin peduli. Orang tua pun makin aware tentang gizi anak-anak.