Senin, 05 September 2022

Bertransaksi Tanpa Cemas ala Nasabah Bijak dan Cerdas

 

“Sudah punya internet banking belum?” tanya seorang teman beberapa tahun lalu.

“Nggak mau. Pakai ATM aja kalau transaksi. Bahaya...,” jawabku.

“Lho, bahaya apa?”

“Kan rawan banget. Data kita bisa dibobol karena transaksi digital,” sahutku yang saat itu begitu awam dengan dunia digital.

“Kalau kamu nggak melakukan hal-hal aneh, ya aman-aman saja. Internet banking, kan, disediakan untuk mempermudah bertransaksi. Lah, lihat kamu saja, deh. Bukannya lebih ribet tiap kali beli tiket harus ke ATM atau mini market? Inget nggak kejadian kamu harus bolak-balik mini market dan ATM karena PIN eror?” jelas temanku.

Aku tertawa. Jadi teringat momen tiap kali beli tiket kereta dan pesawat untuk traveling dan mudik. Pernah suatu kali aku terkendala bayar tiket pesawat di mini market karena PIN kartu debit eror. Kasir mini market sudah memasukkan data pembayaran dan tidak bisa di-cancel. Namun, ternyata PIN kartu debit eror. Aku coba menarik uang cash di mesin ATM sebelah (dengan ditungguin si kasir mini market), tetap tidak bisa.

“Sepertinya harus ke mesin ATM BRI langsung. Di sana dekat ring road. Gimana?” ucapku ke kasir.

Kasir bingung dan tampak panik. Mungkin dia takut aku lari. Aku ambil dompet, lalu kukeluarkan KTP. “Ini jaminannya. Saya ke sini lagi nanti,” kataku.

Si kasir agak tenang. Dia simpan KTP-ku. Selanjutnya kutelepon teman di kos. “Kamu bisa ke mini market sekarang juga nggak? Tolong anterin aku ke ATM BRI. Nanti aku cerita.” Sebenarnya jarak mini market ke mesin ATM BRI bisa jalan kaki, tapi perlu waktu lumayan juga kalau bolak-balik jalan kaki, kan. Mau tidak mau harus minta bantuan karena aku tidak punya motor dan tidak bisa mengendarai motor.

Setelah berhasil mengubah PIN, kembalilah aku ke mini market. Si kasir dengan setia menungguku di depan mini market. Oalaaah, masih saja dia takut aku tinggal. Tenang, mas kasir, aku pernah ditinggal, jadi pantang ingkar janji dan meninggalkan orang tanpa kabar. Curcol banget woi! Transaksi akhirnya beres. Si kasir tersenyum tenang. Aku pun bersiul riang sambil bernyanyi lagu “Akhirnya... ‘ku melunasimu....”

 

(sumber: freepik.com)

Setelah mendengarkan saran temanku di atas serta mempertimbangkan sisi kepraktisan buat aku yang sering bertransaksi online, akhirnya aku putuskan untuk menginstal internet banking. Yuhuuu! Akhirnya setelah bertahun-tahun hidup penuh keribetan dan drama, aku bisa bertransaksi dengan sat set kelar!

Balik lagi ke ucapan temanku di atas: “Kalau kamu nggak melakukan hal-hal aneh, ya aman-aman saja.” Yang dimaksud dengan hal-hal aneh ini adalah tidak melakukan hal-hal yang bisa membahayakan akun rekening kita. Tujuannya adalah untuk menghindari cyber crime (kejahatan siber). Kejahatan siber adalah kejahatan dengan menggunakan jaringan internet untuk menyerang sistem data korban. Seiring meningkatnya transaksi digital, kejahatan siber juga semakin meningkat dan beragam sekali modusnya. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memublikasikan sebuah data kejahatan siber di Indonesia. Pada tahun 2022, ada 714.170.967 serangan siber di Indonesia. Kebanyakan jenis kejahatan siber yang terjadi hingga Agustus 2022 adalah serangan malware yang mengelabui korban untuk memasukkan data. Tahukah kamu, Indonesia termasuk tinggi lho kejahatan sibernya. Berdasarkan data ASEAN Cyberthreat 2021 oleh Interpol, serangan malware di Indonesia berada di urutan pertama di ASEAN. Seram sekali, ya. (sumber: cnnindonesia.com). Inilah mengapa pemerintah dan pihak bank terus berupaya menjaga keamanan data nasabah.

 

(sumber: freepik.com)

Lalu, bagaimanakah bentuk kejahatan siber? Apa semacam perampok yang mengambil ludes uang di bank? Cara main penjahat siber ini “halus” banget. Tak terlihat langsung, tapi nyata adanya. Saking halusnya, sampai-sampai banyak yang tidak sadar sudah masuk perangkap. Bahkan, ada pula yang memperdaya psikologi korbannya. Banyak sekali modus kejahatan siber, antara lain:

 

Pertama, carding

Carding  adalah seseorang melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit orang lain. Biasanya pelaku mengetahui nomor kartu kredit orang lain, lalu menggunakannya untuk bertransaksi. Bagaimana si penjahat siber itu tahu nomor kartu kredit seseorang? Salah satunya dengan pencurian data di website tidak tepercaya. Inilah mengapa kita harus hati-hati memasukkan data pribadi ke website tidak tepercaya.

 

Kedua, meretas e-mail

“Aku kok nggak bisa login e-mail, ya? ; “Kok e-mailku logout sendiri.”

Nah, jika hal ini terjadi, yang harus lakukan adalah segera mengamankan akun-akun pentingmu yang login melalui e-mail tersebut. Penjahat siber akan mencari data nasabah dari e-mailmu.

 

Ketiga, skimming

Skimming merupakan kejahatan siber yang dilakukan di mesin ATM. Penjahat ini memasang sebuah alat di mesin ATM sehingga bisa membaca dan mencuri data nasabah. Tidak hanya itu, skimming juga bisa terjadi saat transaksi digital, lho. Pelakunya meretas data nasabah lewat ponsel dan laptop. Bagaimana cara menghindari skimming secara digital ini? Pastikan ketika kamu melakukan transaksi tidak menggunakan jaringan internet publik (WiFi), tapi jaringan pribadi.

 

Keempat, phising

“Duh, phising kepala berbie....” Eh eh, bukan begitu! Phising ini sering terjadi di tengah semakin majunya dunia media sosial dan internet. Phising dilakukan penjahat siber dengan cara mengecoh atau mengelabui korban, misalnya dengan mengirim sebuah link palsu lewat inbox, DM, WhatsApp, atau SMS. Jadi, jangan sembarang mengeklik link yang masuk ke chat-mu, ya. Pokoknya pikir panjang sebelum mengeklik seperti halnya berpikir panjang untuk mengeklik hati seseorang. Ehem.... kumat kumat.

 

Kelima, penipuan foto selfie

Senyum semanis mungkin. Jilbab dirapiin. Rambut disisir rapi. Pegang KTP. Siapkan kamera, lalu jepret! Bermodalkan foto selfie dengan KTP, banyak yang melakukan transaksi online, bahkan banyak yang ilegal. Contohnya nih pinjaman online ilegal yang makin marak penipuannya. Mengirim foto selfie KTP ke akun/aplikasi ilegal itu berbahaya sekali. Data kita bisa dipakai oleh penjahat siber untuk melakukan aksi jahatnya.

 

Duh, bagaimana, dong, menghindari tindakan kejahatan siber ini? Solusinya adalah kita harus menjadi seorang nasabah yang bijak. Bagaimana caranya menjadi nasabah bijak? Ini ada beberapa tips buat kawan pojok jalan semuanya:

 

Pertama, kontrol jemarimu.

Terkadang jemari tergoda untuk mengeklik link dari chat, status, postingan, atau story teman. Dimulai dari tergoda, akhirnya bisa jadi ternoda. Ups, maksudnya ternoda keamanan rekeningmu, kawan. Jadi, di era media sosial sekarang ini, kita harus benar-benar menerapkan daya saring yang kuat. Menyaring informasi yang masuk sehingga tidak asal klik link. Sebelum mengeklik, sebaiknya bertanya dulu ke teman/keluargamu, “Ini link apa, ya?” Kalau sumbernya bukan dari orang yang kamu kenal, ya sebaiknya diabaikan saja.

 

Kedua, PIN/OTP-mu adalah privasimu.

Suatu siang jelang jam makan siang, tiba-tiba ada telepon masuk. Nomor asing. Biasanya aku abaikan saja kalau ada nomor asing menelepon, tapi entah kenapa iseng pengin meladeni teleponnya. Aih, bilang saja lagi bosan menunggu jam istirahat. 

“Selamat siang, ini dengan ibu Ainun? Ini saya dari pihak *****, ingin menyampaikan bahwa kamu mendapatkan hadiah uang tunai sebesar lima juta Rupiah. Apakah kamu mau menerima hadiahnya?”

“Wow, gimana caranya?” tanyaku berlagak antusias.

“Sebentar lagi saya akan mengirimkan nomor lewat SMS. Bilang ke ke saya nomornya.”

“Nomor apa nih?” tanyaku. Padahal, memang ada SMS masuk yang berisi nomor OTP.

“Ada nomor OTP yang masuk, kan? Bilang ke saya.”

“Duh, belum ada yang masuk. Gimana?”

“Oke, saya kirim ulang. Berapa nomornya?”

Ada SMS lagi yang masuk, tapi tetap kujawab belum ada. Sampai si penipu menelepon berulang kali. Tujuanku, sih, biar pulsanya habis. Hahaha.... Ini tidak perlu ditiru, ya. Sebaiknya langsung diabaikan saja kalau ada telepon aneh, khususnya buat kamu yang gampang panik. Banyak pelaku kejahatan siber yang melakukan rekayasa sosial (social engineering) untuk memperdaya psikologi korban. Tujuannya satu: Korban memberikan data pribadi ke pelaku. Ini yang harus diwaspadai ya, kawan pojok jalan.

 

Ketiga, gunakan jaringan internet pribadi ketika bertransaksi digital.

Hindari menggunakan jaringan internet publik (WiFi), ya. Akun dan data kita rawan sekali diretas informasinya jika menggunakan internet publik. Bagaimana jika terpaksa nih harus pakai WiFi? Yang harus dilakukan adalah langsung logout setelah transaksi.

 

Keempat, jangan sembarangan memberikan data KTP.

Suatu hari—Duh, kayak dongeng dari tadi ya. Suatu hari mulu—ada teman bercerita, “Si X minta kirimin foto KTP si Y. Dikirimin lah sama si Y tanpa bertanya maksudnya apa. Dia percaya aja pokoknya sama si X. Terus si X minta kirimin foto tanda tangan si Y. Nggak lama, si X bilang tanda tangannya nggak cocok. Coba kirim lagi tanda tangannya. Dicoba terus, tetap nggak sama.” Setelah diusut, ini modus si X untuk menggunakan KTP si Y untuk data pinjaman online. Duh, bahaya banget kalau sampai memberikan data KTP ke orang lain, bahkan ke orang terdekat sekali pun.  

 

Kelima, bertransaksi di website/aplikasi/marketplace tepercaya.

“Download aplikasi lewat link ini.” Kamu pernah membaca tulisan itu di sebuah website tidak resmi? Tahan jemarimu, jangan langsung download. Aplikasi yang benar adalah yang didownload di situs resmi. Selain itu, pastikan kamu selalu bertransaksi di website/aplikasi/marketplace yang resmi dan tepercaya, ya.

 

Keenam, selalu mengaktifkan notifikasi transaksi online.

Notifikasi bisa masuk lewat e-mail dan SMS. Dengan adanya notifikasi ini, kamu akan bisa segera mengetahui proses transaksi. Misalnya ada notifikasi transaksi yang mencurigakan atau bukan transaksi yang kamu lakukan, maka yang kamu lakukan adalah segera laporkan ke pihak bank.

 

Ketujuh, pantau informasi tentang bank di akun media sosial resmi.

Beberapa waktu lalu sering terjadi penipuan yang mengatasnamakan akun bank. Banyak sekali akun palsu yang melakukan kejahatan siber. Akun-akun palsu tersebut menghubungi orang-orang secara random, baik lewat DM, WhatsApp, e-mail, SMS, maupun inbox. Nah, informasi apa pun yang kamu dapatkan, sebaiknya kamu teliti dulu apakah itu dari akun resmi atau tidak, apakah hanya mengatasnamakan lembaga bank saja atau tidak. Sering orang tertipu karena kemiripan nama akun saja. Bedanya terkadang sedikit sekali, misalnya angka, tanda baca, dan huruf kapital. Berikut contoh akun palsu dan akun resmi:

 

Contoh akun palsu

Contoh akun resmi


Kedelapan, mengganti PIN secara berkala.

Ini sering sekali diabaikan oleh nasabah, termasuk aku sih dulu. Huhuhu.... Padahal, mengganti PIN secara berkala itu penting banget untuk mencegah tindakan kejahatan siber. Akun rekening kita pun jadi lebih terjaga keamanannya.

Ada tips lain dari kawan pojok jalan? Silakan tulis di kolom komentar, ya, kalau ada tips lainnya. Mari kita sama-sama saling dukung demi keamanan bertransaksi digital.

 

Gara-gara pandemi Covid sejak tahun 2020,  transaksi online menjadi transaksi yang paling diminati. Bisnis online begitu menjamur. Online shop ada di semua aplikasi media sosial. Aktivitas belanja online pun meningkat tajam. Buktinya apa? Buktinya adalah sering ada panggilan “permisi, paket!” di depan rumah. Hayo, siapa yang tidak pernah mendapat panggilan "mesra" itu? Saking mesranya, si penerima paket pasti akan tersenyum senang menerimanya. Meningkatnya transaksi online/digital ini membuat bank semakin melakukan upaya digitalisasi. Contohnya BRI. Muncullah sebuah istilah “penyuluh digital” oleh BRI. Kenalan dulu, yuk, sama penyuluh digital ini. Siapa penyuluh digital? Tentu saja mereka adalah para pegawai BRI yang selama ini bekerja secara offline.

Menurut Direktur Utama BRI, Sunarso, penyuluh digital ini dibentuk untuk menghindari PHK untuk karyawan BRI (yang disebut Insan Brilian) sehingga pekerjaannya diganti secara digital. Penyuluh digital melakukan penyuluhan secara digital tentang edukasi perbankan ke masyarakat. Secara spesifik, tugas penyuluh digital sendiri ada tiga, yaitu mengajak masyarakat untuk membuka rekening secara digital, mengajarkan masyarakat untuk bertransaksi secara digital, serta mengedukasi masyarakat bagaimana cara mengamankan akun rekeningnya dari kejahatan siber. (Dikutip dari berita CNBC Indonesia, 31/5/2022)

Apakah penyuluh digital hanya karyawan BRI saja? Tentu saja tidak. Siapa pun bisa menjadi penyuluh digital. Aku menulis tulisan ini berarti aku menjadi penyuluh digital. Kamu membaca tulisan ini, lalu membagikannya lewat media sosial juga, secara otomatis kamu menjadi penyuluh digital. Penjahat siber banyak modusnya, maka kita sebagai nasabah juga harus makin banyak fokusnya. Yuk fokus menjadi nasabah bijak agar aman bertransaksi!

10 komentar:

  1. Wah jadi diingetin lagi utk lebih berhati-hati dg jemari jemari manja ini terutama utk urusan perbankan. Di saat semua serba mudah, kita juga harus bijak menggunakannya yaa Mba. Thanks Mba sharingnya :)

    BalasHapus
  2. Nah ini. Bener-bener penting literasi digital ya supaya data pribadi kita ga mudah diretas

    BalasHapus
  3. Urusan perbankan memang gk bisa kita sepelekan ya harus extra waspada jangan smpe tuh klik2 link sembarangan apalagi smpai kasi otp .untuk jaga keamanan ganti pin secara berkali

    BalasHapus
  4. Semakin canggih teknologi semakin banyak yang menyalahgunakannya dalam kejahatan cyber makanya musti waspada banget deh sekarang

    BalasHapus
  5. pentingnya kehati-hatian dalam menjaga data pribadi apalagi data perbankan karena rawan sekali terhadap tindak penipuan

    BalasHapus
  6. Sebaiknya saat menjadi nasabah bijak juga menyebarkan informasi seperti artikel ini yaa.. Sehingga bisa meningkatkan awareness terhadap bahayanya kejahatan siber.
    Aku salut dengan memilah dan pilih informasi yang bermanfaat terkait dunia digital yang serba praktis.

    BalasHapus
  7. Ancaman siber crime ini memang dari mana aja ya kak.
    Maka penting buat kita untuk selalu waspada, saling mengingatkan juga antar keluarga. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya, aamiin

    BalasHapus
  8. poin ke tujuh pasang bel notif sosmed bank, belum pernah aku lakukan, sepertinya akan aku lakukan, jadi dapat informasi tercepat ya bila ada masalah, trus poin delapan, rutin ganti password, noteable

    BalasHapus
  9. Iya lho, meski sesekali pakai wifie, tapi kalau mau pakai transaksi apapun selalu pakai data internet pribadi. Kalau sedang habis ya isi dulu pokoknya pakai punya sendiri.

    BalasHapus
  10. Jaman makin maju, kita harus makin cari ilmu +makin bijak biar ga disalahgunakan orang data kita

    BalasHapus