Selasa, 15 Desember 2020

Khasiat Kental Manis Tak Semanis Rasanya

Sepanjang tahun 2020, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) melakukan penelitian Persepsi Masyarakat tentang Kental Manis. Penelitian ini bekerja sama dengan PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah. Meski pandemi Covid-19, penelitian tetap dilanjutkan dengan sistem online.

Penelitian ini dilakukan di 5 provinsi dengan mengedukasi 12 ribu kader. Bagaimana hasil penelitiannya? Berapa angka konsumen kental manis di 5 provinsi tersebut?




Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku. Sebanyak 2.068 ibu menjadi responden. Para responden memiliki anak usia maksimal 5 tahun. Menurut hasil penelitian secara keseluruhan, 28,96% orang menyatakan bahwa kental manis adalah susu.

Beberapa tahun terakhir sudah digalakkan edukasi tentang kental manis yang bukan susu. Masyarakat sejak dulu salah mengira bahwa kental manis adalah susu. Padahal, kental manis hanyalah gula dengan rasa susu. Penyebutan susu pada produk kental manis akan membuat semakin banyak masyarakat yang memberikan kental manis pada anak-anak usia pertumbuhan (balita).



"Jadi, kental manis tidak boleh dikonsumsi?" Kental manis hanya boleh dijadikan sebagai topping dan campuran minuman kopi dan teh. Bukan sebagai minuman utama.

Menurut Dr. Tria Astika Endah Permatasari, SKM.MKM, "Kental manis mengandung karbohidrat paling tinggi, yaitu 55% per 100 gram." Tidak terbayang jika anak-anak mengonsumsi kental manis setiap hari. Mirisnya, banyak seperti ini. Berdasarkan hasil penelitian, 16,97% orang tua memberikan minuman kental manis kepada anak-anak setiap hari.


Kok orang tua bisa keliru menganggap kental manis sebagai susu? Ini menjadi PR besar bagi kalangan terkait atau kalangan yang bertanggung jawab. Sebanyak 48% ibu mendapatkan informasi kental manis sebagai minuman susu dari berbagai media TV, majalah, dan media sosial. Lebih miris lagi, 16,5% mendapatkan informasi keliru dari petugas kesehatan.


Apa saja akibat jika anak-anak mengonsumsi kental manis? Banyak akibat, antara lain gizi buruk, stunting, diabetes, dan obesitas. Permasalahan gizi buruk juga perlu diperhatikan. Sebanyak 13,4% anak mengalami gizi buruk sebab konsumsi kental manis. Sebab itulah, YAICI bersama PP Muslimat NU dan PP Aisyiah terus melakukan edukasi kepada masyarakat, baik secara offline maupun online di tengah pandemi. Berbagai webinar diadakan agar semakin banyak orang tua yang paham bahwa kental manis bukanlah susu.


Mengapa banyak ibu yang memberikan kental manis kepada anak-anak? Selain faktor kurang update informasi, juga karena faktor ekonomi. Harga kental manis lebih murah daripada produk susu formula. Bahkan, ada kemasan sachet yang bisa dibeli di warung dekat rumah.

YAICI juga melakukan pemantauan terkait iklan kental manis secara terus-menerus. Di beberapa mini market dan super market, produk kental manis diletakkan di deretan produk susu. Mestinya produk kental diletakkan di dekat produk topping, misal meses dan keju. Inilah salah satu sebab masih banyak yang beranggapan kental manis adalah susu. Semoga pihak terkait, produsen dan penjual kental manis, semakin peduli. Orang tua pun makin aware tentang gizi anak-anak.




Sabtu, 07 November 2020

Siapa AIDA?


"AIDA itu siapa? Teman si Aina? Saudara si Ainun?"

Woi, namaku yang terakhir tuh! 😂

AIDA itu singkatan dari Attention, Interest, Desire, & Action. Ini semacam rumus dalam copywriting yang berhubungan dengan dunia marketing.

"Waduh, menulis pun pakai rumus. Kayak matematika aja."

Rumus di sini artinya panduan biar apa yang kita tulis sesuai tujuan. Tujuan copywriting adalah memikat pembeli dengan kata-kata. Pikatlah pembaca dengan kata-kata sebab pembaca adalah calon pembeli jualan Anda. Begitulah tugas seorang copywriter.

Kenapa copywriting di dunia bisnis itu penting saat sekarang? Kata-kata dalam tulisan menghiasi berbagai media sosial dan dunia website. Zaman sekarang, marketing tidak hanya lewat lisan, tapi juga tulisan. Instagram dengan caption-nya. Facebook dengan statusnya. Twitter dengan twitnya. Blog dengan artikelnya.

Profesi copywriter sangat diperlukan dalam dunia usaha yang sekarang serbadigital dan online. Ditambah lagi masa pandemi begini. Perusahaan-perusahaan yang sebelumnya fokus ke offline saja, sekarang mulai menguatkan marketing online. Profesi copywriter salah satu profesi yang dicari perusahaan.

Yuk, dibahas satu per satu!

Attention atau perhatian. Tahap pertama dalam penulisan copywriting adalah menarik perhatian pembaca atau calon pembeli. Attention ini terletak di judul, kalimat pertama, dan ilustrasi (foto) pendukung. Tentukan judul yang sesuai dengan jenis produk. Buatlah kalimat pertama atau kalimat pembuka yang membuat pembaca penasaran. Kalimat pertama yang bagus akan membuat pembaca melanjutkan tulisan hingga akhir.

Contoh:
- Perlu bersih-bersih rumah, tapi lagi sibuk dengan deadline?

Interest atau menarik minat. Tahap kedua adalah memikat keinginan si calon pembeli. Sebelumnya perhatian, selanjutnya keinginan. Artinya, tulislah beberapa kalimat yang membuat pembaca memiliki keinginan untuk membeli. Caranya dengan menambahkan nama produk dan alasan produk harus dibeli. Tambahkan juga fakta dan data yang tepat. Tulislah sesuatu yang tidak berlebihan. Misalnya, produk itu bisa menghilangkan jerawat selama 2 minggu, maka tulislah 2 minggu. Bukan malah menulis 2 hari.

Contoh:
- Hanya perlu satu jam. Rumahmu sudah bersih dan nyaman dengan menggunakan jasa CepatBersih.

Desire adalah lanjutan dari interest.  Sudah ada keinginan nih di tahap interest. Selanjutnya membuat pembaca pengin banget membelinya. Di sini reaksi pembaca seperti berkata, "Wah, bagus nih barang!"
Gunakan kesempatan ini dengan membuat kalimat-kalimat yang penuh kepercayaan dan meyakinkan bahwa produk jasa aman dan tepat.

Contoh:
- Kami berkerja sama dengan mitra yang berpengalaman, dapat dipercaya, dan sudah bersertifikat.

Terakhir, Action. Inilah tahap pamungkas. Buatlah kalimat ajakan untuk menggunakan produk atau jasa.

Contoh:
- Ayo hubungi tim CepatBersih sekarang! Kami siap membersihkan rumahmu hingga fresh, bersih, dan nyaman.

Bagaimana? Tertarik dengan dunia copywriting? Siapa pun yang bergelut di bidang kepenulisan bisa menjadi copywriter. Yang terpenting, mengenal target pembaca atau calon pembeli, gunakan bahasa sesuai target pembaca, memahami produk yang dipromosikan, serta pahami rumus AIDA di atas.

Jogja, 051120

Minggu, 01 November 2020

Alamat


Jam tiga siang. Tukang ojek berhenti di depan gang. Suasana sekitar masih lengang. Hanya satu orang kulihat di pekarangan.

"Sampai sini aja, Pak. Biar saya cari sendiri rumahnya," kataku.

"Bener nih?"

"Iya, saya tanya sendiri ke orang sini. Terima kasih, Pak."

Titik alamat yang kutuju sudah dekat. Tapi, belum tepat. Rupanya maps tidak sesuai titik rumah. Kuperhatikan sekitar. Baiklah, lumayan menikmati pemandangan sawah sambil bertanya ke warga.

"Permisi, Pak. Mau tanya. Saya mencari alamat rumah ini. Alamatnya sudah dekat sini." Aku tunjukkan alamat detailnya serta petunjuk warna rumah.

"Oooh... Sepertinya di Gang X. Mbak jalan lurus, terus ke arah barat. Nanti ada gapura. Rumahnya di tengah gang. Nggak sampai ujung," jelas si bapak.

"Maaf, Pak. Barat itu ke arah mana, ya? Sebelah kiri atau kanan?" tanyaku dengan polosnya.

Inilah kendalaku tinggal di Jogja. Aku buta arah mata angin. Hanya tahu kiri, kanan, depan, belakang, samping, dan seberang.

"Sebelah kiri, Mbak."

"Baik, Pak. Terima kasih banyak."

Kuikuti arahan si bapak. Jalan lurus, lalu ke arah kiri. Sekian ratus meter berjalan, kok tidak ada gapura? Daripada tambah jauh, bertanya lagi ke seorang ibu yang sedang menaruh belanjaannya di motor.

"Oalah, Bu Naning. Rumahnya di sana. Sini bareng saya aja. Saya ngelewatin rumahnya."

Ibu penolong yang baik hati. Sampailah aku di rumah Bu Naning berkat bantuan si ibu. Lantas, apakah si bapak keliru menunjukkan jalan? Si bapak tidak keliru. Ini hanya beda pemahaman. Arah kiri menurut si bapak berarti arah kanan menurutku.

"Belajar mata angin, dong. Masa sudah bertahun-tahun nggak ngerti," kata temanku suatu hari.

"Dulu pas tinggal di Probolinggo juga pakai arah mata angin. Aku nggak paham. Di Jogja? Tetap nggak paham. Hahaha...."

Percayalah, menurutku, arah mata angin itu susah. Hal yang mudah cuma arah ke... (Silakan isi titik-titik ini, kawan-kawan).


Jogja, 091020

Selasa, 13 Oktober 2020

Bekal Rindu


Hai kamu, apa kabar? Sudah seberapa besar rindumu? Tak bisa diukur? Iya, rindu memang begitu. Tak bisa ditebak seberapa besar rinduku, rindunya, dan rindumu. Tak ada ukuran pasti. Suatu waktu, kita merasa rindu berkurang, padahal rindu semakin besar. Hanya saja, kita tak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.

Hai kamu, apa kabar? Sudah berapa lama tak menyusuri Malioboro, ringroad, dan jalan raya Jogja saat libur panjang? Sudah berapa lama tidak blusukan di Pasar Giwangan, Beringharjo, dan Kotagede? Sudah berapa lama tidak menikmati jajanan pasar, gudeg, dan menu masakan rumah? Sudah berapa lama mata tak disuguhi pemandangan bapak-bapak yang duduk di angkringan? Sudah berapa lama tidak menyaksikan berbagai tradisi dan budaya Jogja? Sudah berapa lama tak bersapa langsung dengan tetangga? Sudah berapa lama tidak ikut rewang, tilik, dan sebagainya? Sudah berapa banyak rindu? Aih, kembali ke paragraf pertama. Rindu tak berbilang. Seperti rinduku. Ya, rinduku pada kampung halaman seperti rindumu pada kota kelahiran.

Hai kamu, semoga baik-baik saja. Sehat-sehat, ya. Tak apa tertunda sekian bulan tak pulang ke Jogja. Aku pun begitu. Menunda dulu pulang ke Banjarmasin. Kamu rindu pulang. Aku juga rindu pulang. Tenang, Jogja masih nyaman. Masih begitu ramah menanti kedatangan. Nanti saat normal kembali, kamu pulang, aku juga pulang. Kita berselisihan di persimpangan---entah di flyover Janti, area parkir bandara baru, atau di langit Jogja saat pesawat mendarat dan lepas landas---dengan rindu yang tak sabar diluapkan kepada keluarga.

Hai kamu, kamu, kamu. Kepulangan bukan soal berapa lama tak pulang. Tapi, sekuat apa menyiapkan bekal. Tentu saja, bekal rindu.


Jogja, 111020

Sabtu, 10 Oktober 2020

Bus Tua


Lama tak kulihat

Bus tua di tengah kota Jogja

Mungkin aku saja yang terlalu nyaman

Order ojol lewat gawai

Selesai berdandan

Ojol sudah menunggu di depan


Lama tak kurasakan

Asap rokok di bus tua yang tanpa jendela

Seorang bapak merokok

Sembari menatap kota yang makin ramai

Seorang ibu terbatuk-batuk

Rokok pun dilempar ke jalanan


Lama tak kunikmati

Bus tua ngetem di dekat perempatan

Dua penumpang berbincang

Tentang hasil kebun

Tentang sekolah anak

Tentang Jogja dan wisatawan


Lama ya terlalu lama

Menyusuri jalan raya Jogja

Hanya sedikit cerita yang kupungut

Cerita tentang aku saja

Cerita yang terlewat tanpa bekas

Beserta keriuhan isi kepala


Sekali bus tua lewat

Sopir dan dua penumpang

Mungkin mereka berbincang

Mungkin sekadar menunggu sampai ke tujuan

Aku masih di tepi jalan

Menunggu ojol datang


Jogja, 081020

Senin, 05 Oktober 2020

Ngangkring

Menepi sejenak di sebuah angkringan, di kawasan Malioboro. Sebuah lagu terdengar. Bibirku pelan mengiringi lagu "Pupus" Dewa 19 itu.

"Kapan terakhir pulang?" tanyaku. Kopi hitam ala angkringan diseruputnya pelan-pelan.

"Hari Raya kemarin." Dia nyalakan sebatang rokok. "Maaf. Ngerokok dulu," ucapnya. 

"Kuliah lancar?" Aku kembali bertanya dengan rasa penasaran.

"Lancar. Ngamen nih pas nggak kuliah. Ngisi waktu aja, Kak," jelasnya.

Sabtu Minggu Jogja dipenuhi bus dan mobil plat luar kota. Malioboro, pusat wisata Jogja yang selalu diriuhi wisatawan lokal dan asing. Terkadang heran, kok bisa mereka betah berlama-lama di Malioboro? Kadang sekadar duduk. Kadang sibuk menawar harga di deretan penjual oleh-oleh. Kadang menikmati kuliner. Tidak perlu heran juga, sih. Aku pun betah berlama-lama di sini.

Segelas kopi dan tiga gorengan seperti sesaji. Sebenarnya tidak lapar. Hmmm..., rasanya ada yang kurang kalau tidak mampir dan ngopi di angkringan.

Di angkringan ini pula, aku memulai obrolan dengan si pengamen, pemuda 20-an tahun. Berawal dari ketidaksengajaan mendengar perbincangan berbahasa Banjar dengan temannya. Samarinda, dia menyebutkan kota asalnya.

"Kakak kuliah juga?" Dia bertanya.

"Kerja."

"Wah, jarang-jarang orang Banjar kerja di Jogja, Kak," katanya.

"Hehehe, biar imbang. Orang Jawa ke Banjar. Orang Banjar ke Jawa. Biar populasi merata," candaku.

"UMR di sini, kan, kecil, Kak. Kok mau, sih?"

"Ngamen dapat berapa sehari?"

"Kalau lagi rame banget, bisa dapat 100 ribu sehari. Bagi dua sama teman. Kalau sepi, 20 ribu untung banget," jelasnya.

"Himung, lah?"

"Himung. Lumayan bisa beli rokok. Hahaha...."

"Nah, itu intinya. Himung. Bahagia dapat sedikit atau banyak. Bahagia meski UMR rendah. Tapi, ya lebih bahagia dan ngarep sih UMR-nya naik. Hahaha...."

Kami tertawa. Entah menertawakan Malioboro yang selalu ramai di akhir pekan. Entah menertawakan gelas kopi yang sisa ampas. Entah menertawakan UMR yang ogah naik kasta. Nikmati saja selagi di Jogja.


Jogja, 021020


*Himung: Senang (bahasa Banjar)

Jumat, 02 Oktober 2020

Pasar Beringharjo dan Seni Tawar-menawar

Pasar Beringharjo. Bejubel pedagang, bejibun pula pembelinya. Karena terlalu bejubel inilah, aku jarang belanja di Pasar Beringharjo. Faktor lainnya, sih, aku tidak begitu jago menawar harga. 


"Tawar separo harga, Mbak. Aku biasanya, sih, nawar sampai 70%," saran temanku sebelum aku belanja.

Inilah sulitnya. Kadang rasa tidak enak muncul saat mau menawar harga. Demi dapat harga murah, ya sudahlah. Mulailah bermain seni menawar harga.

"Dasternya berapa ya, Bu?" Kupilih daster buat Mamak. Daster batik panjang dan berwarna cokelat muda. Kualitasnya lumayan bagus, menurutku.

"Ini 250 ribu, Mbak."

Terdiam sekian detik. Dalam hati, "Tawar berapa, ya?"

"Bisa 150 ribu aja?"

"Tambahin lagi, Mbak."

"Hmmm...." Mikir mulu. Pantas kerutan makin banyak, rambut kian rontok, rindu tambah kuat... ups! 

"Tambahin 30 ribu. 180 ribu aja."

"170 ribu deh. Gimana?"

Proses tawar-menawar selesai. Uang 170 ribu sudah berpindah tangan ke ibu penjual.

"Berapa?" tanya teman.

Kuceritakan proses tawar-menawar tadi.

"Hadeeeh.... Kan udah kubilang tawar 50% atau lebih. Ini mah 130 ribu paling mahal di toko lain."

Senyum-senyum sajalah. Kemampuanku dalam tawar-menawar masih level satu. Aih, persis kemampuan makan ayam geprek. Kuat di level satu saja. Terkadang hidup memang begitu. Bukan masalah untung atau rugi, tapi keikhlasan untuk berbagi. 


Jogja, 011020

Senin, 27 Juli 2020

Perbincangan Kiri dan Kanan



Melangkahlah segera. Selepas pandang, waktu serupa parang. Menebas yang gamang. Menakuti yang pura-pura." Si kiri blingsatan. Tak sabar ia segera beranjak dari aroma rerumputan dan lengang yang kian telanjang.

"Sabarlah sebentar, duhai pasangan. Meski begitu parang, waktu juga perlu jeda untuk mengasah kekuatan. Yang gamang belum tentu tak punya tujuan. Yang pura-pura belum tentu rapi menyimpan gelana." Si kanan terkesima dengan bayangan jemarinya di bening telaga. Seekor ikan mendekat.  Hap! Jempolnya digigit. Si kanan kaget. Ia berkelit. Lupa itu sekadar bayangan.

"Hah! Lihat, cuma bayangan yang digigit. Kukumu mengernyit, tapi kau pura-pura tak sakit. Angin sore mulai sembunyi di balik rerumputan. Menggelitiki telapak kaki dengan gigilnya. Bukan geli, tapi aku hampir gila menunggu kau segera memulai kisah, memulai langkah, memulai irama."

"Bukankah tak harus aku yang mengawali? Kuserahkan misi ini. Silakan ikuti waktu yang tanpa kompromi." Si kanan mengais-ngais rerumputan. Tiada aroma tanah sore ini. Seekor burung singgah di tepi. Ulat-ulat dan serangga mencari tempat sembunyi.

"Tak bisa begitu. Ini tugasmu. Yang kanan lebih dulu. Begitulah aturan baku."

Senja hampir berakhir. Kiri dan kanan masih beradu pikir. Hingga pekat ini malam. Hingga rerumputan gigil kebasahan. Hingga waktu sebenar-benar parang. Menebas yang enggan melanglang.

Jogja, 260720


*Belum telat kukira. Cuma sehari saja. Selamat Hari Puisi Indonesia!

Selasa, 21 Juli 2020

Aku Ingin Menjadi Sapardi

"Setiap kali ada yang bertanya apa inginku
Kujawab aku ingin menjadi Sapardi"

Lelaki bermata puisi selalu berkata begitu
Saat aku mulai mencari-cari
Sebait puisi di sepiring nasi

"Aku ingin menjadi Sapardi
Meski kata-kata kian hujan dan beku"

Lelaki bermata puisi gigil dalam tunggu
Aku masih mencari-cari
Puisi di remahan waktu

"Aku ingin menjadi Sapardi
Tak peduli tafsir menelanjangi puisi"

Aku ingin menjadi Sapardi
Kutiru kata-kata itu
Kuulang-ulang serupa mantra paling jitu
Terburu-buru memilah puisi
Mengeruk berbukit-bukit duri
Melubangi tiap jejak yang ragu
Puisi-puisi rengat di nadi

Aku ingin...?
Rupanya puisi angin
Mengetuk pintu
Lalu sembunyi di likatnya sepi
Mengabadi seperti Sapardi
Mengabadi seperti lelaki bermata puisi

Jogja, 210720



Minggu, 05 Juli 2020

Pentingnya Pengetahuan Gizi Anak bagi Calon Ibu dan Calon Ayah


“Kok dikasih kental manis sih? Susunya habis?” tanyaku beberapa tahun lalu ke seorang saudara yang sedang menuangkan kental manis ke botol dot anaknya. Si anak baru berusia 3 tahunan.
“Nggak apa-apa. Kan susu juga,” jawabnya.
“Emang boleh? Kan manis banget,” sahutku.


Dulu aku tidak tahu apa-apa perihal kental manis. Aku diam saja dan tidak memberikan penjelasan apa pun. Nah, beberapa tahun kemudian baru aku ngeh. Kental manis bukanlah susu, melainkan gula yang dikasih sedikit susu. Jadi, kandungan gulanya lebih banyak.

Orang tua (ayah dan ibu) harus “melek” pengetahuan gizi dan nutrisi dan anak, khususnya soal makanan dan susu yang tepat diberikan sesuai usia anak. Dari pengalamanku di atas, jelas saudaraku itu tidak mengetahui perihal kental manis yang ternyata bukan susu. Konsumsi kental manis pada anak usia bayi dan balita sangat berdampak pada kesehatannya, lho. Misalnya, menyebabkan penyakit diabetes, obesitas, dan stunting.


Stunting ini permasalahan yang sering terjadi. Stunting adalah gagal pertumbuhan tubuh dan otak anak sebab kekurangan gizi. Di dunia, 1 dari 3 anak mengalami stunting, di 3 wilayah. Di Indonesia, angka stunting lumayan tinggi, yaitu peringkat ke-5 di dunia (berdasarkan data tahun 2013). Stunting ini mempengaruhi kesehatan anak. Dampaknya, anak mudah sakit, kemampuan kognitif berkurang, mengalami penyakit pola makan, fungsi tubuh tidak seimbang, serta postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.


Lalu, bagaimana cara mencegah terjadinya stunting? Menurut Dr. Tria Endah Astika Permatasari, ada 3 kunci utama mencegah stunting, yaitu pola asuh, asupan makanan, dan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat). Pola asuh mencakup sehatnya psikologis orang tua dan anak serta pengetahuan gizi. Asupan makanan mencakup tercukupinya gizi yang seimbang dan cara mengolah makanan yang tepat. PHBS ini mencakup ketersediaan air bersih, selalu mencuci tangan, dan jamban keluarga.

Dalam webinar Nutrisi Keluarga tanggal 30 Juni 2020 kemarin, Vera Itabiliana Hadiwdjojo, S.Psi. menyampaikan pentingnya kesehatan psikologis orang tua (ayah dan ibu) dalam dunia parenting. Terutama si ibu. Cukup banyak ibu yang mengeluhkan permasalahan mental pasca melahirkan. Di keseharian kita pun sering menemukan ayah dan ibu yang sepertinya “belum siap” memiliki anak. Kesiapan ini tentu saja dimulai dari ayah dan ibu dulu. Orang tua perlu sehat mental dan fisik dulu untuk mengasuh si anak.

Berikut dijelaskan secara rinci mengenai cara pengolahan makanan yang tepat.


Tidak hanya pengetahuan gizi anak, seorang ibu juga harus tahu nutrisi untuknya sendiri selama mengandung. Seperti yang kita ketahui, 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) itu berperan penting untuk menghasilkan generasi emas. 1.000 HPK dimulai saat janin di dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun.

DR. Dr. Tb. Rachmat Sentika, Sp.A.,MARS mengemukakan, calon ibu harus memenuhi kebutuhan gizinya serta janin di dalam kandungan. Gizi lengkap yang diperlukan adalah karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, serta air. Selama di dalam kandungan, janin memerlukan asam folat, vitamin D3, vitamin D6, zat besi, serta gizi lengkap di atas. Tentu saja, si ibu harus rutin memeriksakan kandungannya selama hamil minimal 4 kali.

Bagi calon ibu dan calon ayah, yuk persiapkan dari sekarang demi melahirkan calon generasi emas 2045 yang sehat dan berkualitas. Ayah dan ibu yang siap dan sehat akan menghasilkan generasi yang sehat pula.

Rabu, 01 Juli 2020

Sensasi Hangat dan Dingin di Seduhan Vietnam Drip



Aku sibuk membolak-balik buku menu. Lumayan beragam menu kopi yang ditawarkan. Mau kopi panas ada, kopi dingin juga ada. Kopi pahit ada, kopi manis juga. Yang tidak ada itu mesin fotokopi dan kopinang aku dengan kebun kopi. Halah! Ujung-ujungnya pesan americano atau cappuccino, pikirku. Tapi, pengin juga mencoba jenis kopi lain.

“Pesan apa?” tanya teman.
“Hmmm....” Masih bingung. Kembali kubaca daftar menu. “Aku  mau cobain vietnam drip deh,” ucapku.
“Hati-hati ada sianidanya, lho,” canda teman.
Teringat kasus kopi Vietnam pada tahun 2016 silam. Bukan karena rasa kopinya, melainkan kasus pembunuhan lewat secangkir kopi vietnam. Si pembunuh membubuhkan sianida ke dalam kopi.
“Kopinya mau robusta atau arabika?” tanya barista.
“Robusta,” sahutku.


Bagi yang tidak terlalu suka kopi rasa asam, lebih baik pilih robusta saja. Arabika lebih asam daripada robusta. Vietnam drip berarti proses atau metode seduh kopi dengan cara mengekstraksi kopi lewat tetesan. Vietnam drip menggunakan alat filter yang terbuat dari stainless steel. Bentuknya seperti tabung. Alat ini diletakkan di atas gelas. Gelas sudah berisi kental manis.


Kopi vietnam drip sudah terhidang di meja. Oh ya, jangan sekali-kali memegang alat filter dan membuka tutupnya, ya. Panaaas! Tunggu hingga kopi tidak menetes lagi (sekitar 5 menit), baru bisa dibuka. Setelah dibuka, tekan bubuk kopi dengan alat plunger. Plunger ini ada di dalam tabung filter. Pokoknya tekan hingga tetesan terakhir. 


Setelah itu, baru angkat seperangkat alat shalat dan emas 500 gram dibayar tunai, eh! Angkat seperangkat alat vietnam drip dari gelas, lalu taruh di piring. Aduk kopi hingga kental manis menyatu dengan kopi. Bagaimana cara menikmatinya? Pertama, setelah diaduk, nikmati kehangatan kopi. Karena proses filter tadi, tentu saja kopi ini tak lagi panas. Hanya hangat. Nah, nikmati kehangatan kopi beberapa seruput. Ada hangat, ada dingin. Tuang sisa kopi ke gelas yang berisi es batu. Diamkan sebentar hingga dingin sempurna. Seruput hingga ludes. Hangat dan dingin menyatu di segelas kopi vietnam drip.


Kopi vietnam drip sisa setengah gelas. Lagu Aku Tenang-nya Fourtwnty mengalun. Menikmati kopi vietnam drip benar-benar perlu ketenangan menunggu setiap tetes demi tetes kopi. Biar apa? Biar bisa berlari-lari di taman mimpiku. Imajinasi t’lah menghanyutkanku. *Malah nyanyi* Setiap metode pembuatan kopi punya keunikan dan cita rasa sendiri. Tentu saja aku penasaran terus mencoba berbagai seduhan kopi. Selamat ngopi!


Pengalaman ngopi 2,5 tahun lalu di Kedai Kolega, Gedongkuning, Yogyakarta.