Minggu, 18 Juni 2017

Survivor yang Tak Pernah Menyerah



Hai, Mbak....
Kita tak pernah bertemu secara nyata, namun percakapan secara online tak menghalangiku untuk mengenalmu lebih dekat. Aku sudah tahu sejak dua tahun lalu kau seorang survivor kanker tiroid yang tidak pernah berhenti menginspirasi orang lain. Sebagai seorang survivor, kau selalu semangat memotivasi para survivor kanker lain agar lebih hidup menjalani hidup. Aku ingin mengenalmu lebih jauh. Kuberanikan diri menyapamu lebih dulu.
Kanker tak menghalangimu untuk terus berprestasi.

Ternyata kau sosok yang ramah sekali. Kau pejuang tangguh. Kanker bukanlah akhir dunia, itu katamu. Kanker tidak bisa merenggut apa yang kaumiliki dan kau perjuangkan. Kanker adalah secuil ujian yang terus kau jadikan sebuah jalan untuk berbuat lebih baik.

“Siapa sih yang tidak takut ketika divonis kanker? Jujur aku juga takut. Di saat-saat tertentu, godaan untuk menyerah selalu ada. Ketakutan selalu datang kapan saja. Tapi, aku yakin, Allah lebih kuat dari apa pun, dari ketakutanku sendiri,” ucapmu. Saat itu aku terdiam. Ya, ketakutan dan kecemasan sejatinya adalah wajar. Namun, tidak akan wajar jika takut dan cemas itu tidak segera diatasi.

Dari waktu ke waktu, kita terus berbincang. Ya, meski tidak terlalu sering karena kamu sering berobat dan bed rest, sedangkan aku “sibuk”. “Suatu hari saya pengin ketemu,” ucapku.
“Kapan mudik?” tanyamu. Ya, kita tinggal di satu pulau yang sama, tapi beda provinsi.
“Bulan depan saya mudik, tapi cuma sebentar. Liburan lama nanti pas Lebaran,” ucapku.
“Andai aku bisa jalan ke Banjarmasin, ya,” balasmu dengan emotikon sendu.
“Ya nggak usah, Mbak. Semoga saya yang bisa ke sana pas liburan panjang. Semoga sehat,” ucapku. Ya lama sekali aku tidak menginjakkan kaki ke tanah Kalimantan Timur, tepatnya Samarinda. Terakhir kali ke sana sekitar enam tahun lalu.

Liburanku Lebaran nanti lumayan lama. Aku pun sudah merencanakan berlibur ke Balikpapan dan Samarinda. Kebetulan sepupuku yang seorang TNI AD bertugas di Balikpapan. Di awal puasa pun aku sudah menelepon adikku mengabarkan rencanaku pergi ke Balikpapan dan Samarinda di awal bulan Juli. Aku meminta adikku menemaniku. Aku tak memberi kabar padamu karena kupikir terlalu awal. Siapa tahu rencanaku berubah, kan?

Namun, sebuah kabar di bulan puasa ini mengagetkanku. Kau berpulang lebih cepat. Kau yang selalu menginspirasiku dan memotivasiku. Kau yang membuatku sadar, hidup itu harus diperjuangkan dan diisi dengan hal positif bagaimana pun kondisi kita. Kau yang selalu berkata, “Kanker bukan akhir dunia” seperti judul buku yang kau tulis. Kau yang berkata, “Keluarga itu selalu ada saat kondisi kita terpuruk sekali pun. Jangan pernah menjauh sebab mereka selalu menyayangi kita. Selalulah berpikir positif,” ucapnya.

Terima kasih banyak. Terima kasih banyak setahun terakhir ini kauulurkan tanganmu ketika aku bertanya banyak hal. Kau pergi setelah berjuang tanpa putus selama empat tahun melawan kanker tiroid di tubuhmu. Kita memang tidak pernah sempat bertemu secara nyata, tapi hadirmu terasa nyata. Akan selalu nyata. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Selamat jalan, Mbak Tri Wahyuni Zuhri. Semoga husnul khatimah. Amiiin.

Jogja, 160617