Sabtu, 09 Desember 2017

P3I Melakukan Pendampingan dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa



Istilah mangkrak tak asing lagi di telinga saya. Nah, kalau ndlosor? Saya baru mendengar istilah ndlosor pada tanggal 1 Desember 2017 kemarin, saat acara Temu Nasional Pengadaan Indonesia di Jakarta, 30 November-1 Desember 2017. Istilah ndlosor disampaikan oleh Hery Suroso, Dewan Pendiri Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia (P3I).

Ndlosor ini artinya turun tajam. Dalam proses pengadaan, ndlosor berarti harga lelang yang turun tajam atau dalam istilah lain disebut harga bantingan. Lelang yang ndlosor ini perkara yang serius dan akan berimbas kepada hasil penyelesaian suatu pekerjaan/proyek.


Bagaimana tidak, penyedia barang akan menawarkan harga paling rendah, tanpa memikirkan apakah harga itu sesuai tidak dengan kualitas barang/jasa yang ditawarkan. Biasanya lelang ndlosor ini terjadi pada pengadaan kontruksi. Sederhananya begini: Misal, saya perlu membuat sebuah rumah di Banjarmasin. Pondasi yang diperlukan adalah kayu ulin. Namun, pemborong (tukang bangunan) malah menawarkan dengan harga “hemat”. Pemborong membuat pondasi dengan jenis kayu lain yang kualitasnya di bawah kayu ulin. Memang sih lebih murah, tapi kualitasnya kurang.

Mengapa lelang ndlosor ini menjadi fenomena? Ya, karena perusahaan, yang penting bisa memenangkan lelang. Perihal ke depannya bagaimana, itu urusan belakang. Sementara, bagi para pokja, yang penting proyek berjalan dengan harga minim atau terendah meski di bawah 80% dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS).


Masalah inilah yang menjadi perhatian Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia. Sesuatu yang keliru, tapi dianggap wajar, haruslah segera dibenahi. Jika dibiarkan, kerugian material dan waktu semakin banyak.  Berdasarkan Permen PU 31 Tahun 2015 pasal 6c, untuk penawaran yang nilainya di bawah 80% HPS, wajib dilakukan evaluasi kewajaran harga agar proyek berjalan normal dan tidak mangkrak. Caranya dengan mengecek seluruh dokumen harga dan upah yang ditawarkan. Memang harus dicek dan dievaluasi dengan teliti. Dokumentasi dan pencatatan yang lengkap diperlukan dalam proses evaluasi, baik itu komponen biaya langsung maupun tidak langsung, seperti biaya pengawasan dan staf lapangan, administrasi kantor lapangan, konstruksi, transportasi, konsumsi, keamanan, keselamatan kerja, dan sebagainya.

P3I Sebagai Lembaga Pengkajian dan Studi Pengadaan Barang/Jasa

Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia (P3I) didirikan atas prakarsa beberapa pengajar bersetifikat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang bernaung di bawah bimbingan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) pada tahun 2012. P3I bukanlah wadah yang mengejar profit (keuntungan) semata, melainkan menjadi tempat untuk saling sharing potensi dan keinginan dalam memperbaiki pengadaan di Indonesia.

Peserta Temu Nasional Pengadaan Indonesia 2017

Selain mengadakan berbagai pelatihan, P3I juga melakukan pendampingan dalam beberapa pengadaan barang/jasa. Seberapa pentingkah pendampingan P3I dalam proses pengadaan barang/jasa? Penting sekali karena banyak Pokja ULP/Panitia Pengadaan serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang terkena kasus pengadaan. Sebab terkena kasus, antara lain memang bersalah karena adanya pesanan pimpinan. Sebab lainnya adalah banyak Pokja yang belum paham aturan serta pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara menyeluruh. Tentu saja pendampingan ini bukan saat terkena kasus, melainkan melakukan pendampingan sejak awal tahapan pengadaan barang/jasa.

Tak tanggung-tanggung, sumber daya manusia P3I berasal dari berbagai kalangan dan berkompeten, antara lain dari kalangan praktisi Perguruan Tinggi,, Pemerintah Daerah, Pekerjaan Umum (PU), kesehatan, pendidikan, auditor, ahli IT, konsultan internasional, dan lain-lain. Semoga dengan adanya P3I ini, pengadaan barang/jasa di Indonesia semakin baik dan menghasilkan sesuatu yang positif.

Senin, 27 November 2017

Mari Cermat Menggunakan Obat Demi Indonesia Sehat


“Konsumen yang bijak adalah konsumen yang mengetahui secara detail apa yang dikonsumsinya.”

Cukup sering aku mendengar perkataan seseorang, “Ngapain sih ribet milih, lihat ini, lihat itu. Pilih aja langsung. Kan lebih gampang.” Apalagi, jika berkaitan dengan jodoh. “Ah, paling kamu pemilih banget nih, jadi belum ketemu jodoh juga.” No comment deh kalau temanya sudah jodoh, ya. Jodoh di tangan Tuhan, bukan di tangan komentator. Ikhtiar manusia ya harus memilih yang terbaik di antara yang baik. Iya, kan? Lho, kok pembukanya malah bahas jodoh. 😑

Soal jodoh saja harus benar-benar memilih, apalagi masalah obat yang berhubungan dengan kesehatan tubuh. Pernah tidak sih kita benar-benar memperhatikan dan meneliti secara rinci obat yang kita konsumsi? Apakah sudah sesuai dengan apa yang kita perlukan? Mungkin sebagian besar ada yang sudah memperhatikan perihal obat, seperti dosis, indikasi, dan sebagainya. Namun, masih banyak konsumen yang belum memperhatikan hal yang berkaitan dengan obat.
GeMa CerMat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat)

Di bawah ini beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan obat:

Pertama, perhatikan kandungan zat, khasiat, riwayat alergi, kondisi hamil/tidak hamil/menyusui, harga eceran tertinggi (HET), bentuk sediaan, dan kondisi sedang menggunakan obat.

Obat ada tiga macam, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras. Obat keras harus sesuai resep dokter, sedangkan obat bebas adalah obat yang bebas dibeli tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas ini di tengah-tengahnya, yaitu obat keras yang bebas dibeli tanpa resep dokter, tapi tetap harus memperhatikan aturan pakainya.

Kalau kita pergi ke dokter, lalu diberi obat, tentu “lebih aman” karena dijamin oleh resep dokter. Yang menjadi masalah adalah jika obat bukan resep dokter. Mau tidak mau, kita harus mencari tahu tentang obat itu. Bahkan, obat dari dokter pun harus kita ketahui secara detail. Kita harus aktif bertanya kepada dokter tentang khasiatnya, efek sampingnya, dan sebagainya.
Ibu Hardiyah, perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY

Kedua, cara mendapatkan obat.

Seperti dijelaskan di atas, obat keras hanya bisa dibeli di apotek dan sesuai resep dokter. Jika kita mendapatkan jenis obat keras ini, kita harus memperhatikan kelengkapan informasi pada etiket, yaitu nama pasien, tanggal dan aturan pakai, serta tanggal kedaluwarsa.

Untuk obat bebas dan bebas terbatas yang bisa kita beli di apotek dan toko obat berizin, konsumen harus memperhatikan kemasan obat tidak rusak, kelengkapan informasi pada kemasan, tanggal kedaluwarsa, dan nomor registrasi.

Ketiga, cara menggunakan obat.

Segala sesuatu pasti ada aturannya. Begitu pula dengan obat. Bacalah aturan pakai sebelum mengonsumsi obat. Jangan sampai kita menyalahi aturan pakai. Jika aturan pakainya 3 x 1 hari berarti diminum setiap 8 jam sekali. Jika aturan pakainya 2 x 1, berarti obat diminum setiap 12 jam sekali. Lama penggunaan obat pun harus diperhatikan benar-benar.

Jika selama mengonsumsi obat terjadi efek samping yang tidak diduga (tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dokter atau informasi di kemasan obat), segeralah hentikan pemakaian obat dan memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Perwakilan dari Dinkes DIY menjelaskan tentang GeMa CerMat.

Bersikaplah “serba ingin tahu” di depan apoteker dan dokter. Maksudnya, tanyakan secara lengkap apa pun yang berkaitan dengan obat yang kamu konsumsi. Oh ya, ada satu lagi yang harus diperhatikan. Meskipun gejala sakitmu dan temanmu tampak sama, jangan sekali-kali mengonsumsi obat yang sama dengan temanmu. Plis deh, makan bisa sepiring berdua, jalan-jalan bisa berdua. Tapi, kalau soal obat, tanyakan dulu ke dokter, ya.

Keempat, cara menyimpan obat di rumah.

Poin keempat ini sering diabaikan, lho. Berdasarkan pengalaman nih, aku pernah menyimpan obat (sirup) batuk di lemari pendingin (kulkas), padahal menurut aturannya obat itu harus disimpan di suhu ruangan. Aku pikir tidak masalah, ternyata malah bikin masalah. Setiap obat punya aturan penyimpanan masing-masing.  Cara penyimpanan obat ini biasanya tercantum di kemasan obat.

Obat tablet dan kapsul biasanya disimpan di suhu ruangan, tidak panas dan tidak lembap. Jenis obat yang disimpan di lemari pendingin (bukan freezer), antara lain ovula (obat untuk vagina) dan suppositoria (obat untuk anus). Obat dalam bentuk aerosol/spray tidak boleh disimpan di tempat bersuhu tinggi karena bisa meledak. Obat insulin disimpan di lemari pendingin, lalu ditaruh di suhu ruangan setelah digunakan.
Mariyatul Qibtiyah, Ssi, SpFRS, Apt menjelaskan tentang antibiotik

Oh ya, jauhkan obat dari jangkauan anak-anak. Obat dan wadah/kemasannya itu satu paket, jadi jangan pisahkan aku dan dia, eh obat dan kemasannya, ya. Hindari menyimpan obat di dalam mobil karena suhu di mobil tidak stabil.

Kelima, cara membuang obat.

Bagaimanakah cara kamu membuang obat? Apa pernah sepertiku yang membuang obat dengan cara cuma dilempar ke tong sampah? Caraku jangan ditiru, ya. Membuang obat pun ada cara khususnya.
-     Pisahkan isi obat dari kemasan.
-     Lepaskan etiket dan tutup dari wadah/botol/tube.
-     Buang kemasan obat.
-     Buang isi obat. Kalau sirup, buang ke saluran pembuangan air. Kalau dalam bentuk kapsul dan tablet, hancurkan dulu obatnya, lalu buang ke tempat sampah.
-     Hancurkan kemasan obat, lalu buang ke tempat sampah.
-     Obat jenis krim/salep dibuang dengan cara digunting kemasannya, lalu buang ke tempat sampah.
-     Jarum insulin harus dirusak lebih dulu, tutup terpasang kembali, lalu buang ke tempat sampah.


Kapan harus mengonsumsi antibiotik?

Nah, ada satu bahasan lagi nih, yaitu tentang antibiotik. Ngomong-ngomong tentang antibiotik, aku sering sekali mendengar temanku berujar, “Lagi batuk nih. Mau beli antibiotik dulu.” Terus terang, sejak dulu, aku heran kenapa temanku itu (bahkan teman lainnya) selalu ingin beli antibiotik setiap batuk, flu, dan sakit lainnya.
Bakteri jahat dan bakteri baik.

Ternyata antibiotik itu bukanlah obat bebas yang bisa didapatkan dengan mudah, lho. Antibiotik hanya bisa dikonsumsi sesuai resep dokter. Apakah kamu pernah batuk, diare, muntah, atau pilek? Ternyata semuanya itu tidak perlu antibiotik. Batuk dan pilek adalah cara tubuh untuk melindungi paru-paru dari penumpukan lendir. Muntah dan diare merupakan cara tubuh untuk membuang racun dalam tubuh.

Di dalam tubuh kita, ada bakteri jahat dan bakteri baik. Jika kita keliru mengonsumsi antibiotik, bakteri baik akan mati dan bakteri jahat akan semakin kuat. Artinya, bakteri jahat semakin kebal terhadap antibiotik. Keliru penggunaan antibiotik bisa menyebabkan resistensi bakteri. Resistensi ini pun akan mengakibatkan berbagai penyakit, seperti gangguan fungsi ginjal, gangguan hati, gangguan kehamilan, dan penyakit lainnya.
Blogger Jogja sharing tentang pengalaman mengonsumsi antibiotik.

Misal, kamu sudah ke dokter dan mendapat antibiotik, apa yang yang harus kamu lakukan sebagai pasien? Tanyakan ke dokter apakah kamu memang harus mengonsumsi antibiotik sebab sakit yang kamu alami. Antibiotik diberikan jika kamu sakit karena infeksi bakteri, bukan virus. Pengetahuan tentang antibiotik ini tidak hanya diperuntukkan untuk masyarakat umum, tapi juga tenaga kesehatan. Mencabut gigi, sunat, sehabis melahirkan, dan operasi ringan lainnya tidak memerlukan antibiotik.

Kamu juga harus menghabiskan antibiotik yang diberi dokter. Banyak yang keliru dalam penggunaan antibiotik ini. Jika sudah merasa sembuh, antibioti yang tersisa tidak dihabiskan. Padahal, antubiotik sesuai resep dokter harus dihabiskan. Ingat 3 T supaya bijak menggunakan antibiotik: Tidak membeli antibiotik sendiri (harus sesuai resep dokter); Tidak menyimpan antibiotik; Tidak memberi antibiotik sisa kepada orang lain.
Yuk, mulai sekarang, selalu cermat menggunakan obat!

Jogja, 261117



Berdasar Temu Blogger Kesehatan "Cermat Menggunakan Obat", Yogyakarta, 21 November 2017.

Kamis, 16 November 2017

Biru dan Jingga di Puncak Satoria Hotel Yogyakarta


Mendung di kawasan Jalan Wonosari tak menghalangi langkah menuju Satoria Hotel Yogyakarta. Musim hujan begini membuatku semakin tak percaya dengan ungkapan “Mendung tak berarti hujan”. Namun, rupanya ketidakpercayaanku tidak berlaku pada Jumat kemarin, 10 November 2017.
 
Lobi Satoria Hotel
Ketika taksi online memasuki kawasan Jalan Laksda Adisutjipto, langit tampak cerah. Cuaca yang bersahabat menguatkan harapan untuk melihat sunset dari roof top Satoria Hotel Yogyakarta. “Langsung naik ke lantai 9,” pesan seorang teman di grup WA. Setelah terpesona dengan lobi hotel yang luas banget, aku dan dua orang teman lainnya segera naik ke lantai 9.

Biasanya, sebelum mengunjungi sebuah tempat, khususnya hotel, aku googling dulu. Tapi, kali ini tidak googling dulu karena lupa. Jadi, aku tidak punya gambaran sama sekali bagaimana suasana Satoria Hotel Yogyakarta ini. Sampai di roof top, aku disambut pemandangan seperti roof top hotel kebanyakan di Jogja, yaitu pemandangan kota. Namun, Satoria Hotel Yogyakarta ini punya keunikan tersendiri. Ada kolam renang bernuansa biru!


Ya, kolam renang semakin indah dipantul cahaya sunset yang mulai tampak. Biru dan jingga, perpaduan warna yang menurutku begitu romantis dan energik. Momen seperti ini rasanya sayang untuk dilewatkan. Aku dan teman-teman menikmati sunset dari pertama muncul semburat jingga hingga benar-benar jingga. Sesekali terlihat pesawat yang siap take off maupun landing di Bandara Adisutjipto. Suara kereta api yang lewat pun terdengar jelas.  Jadi penasaran bagaimanakah keindahan sunrise bila dilihat dari roof top ini? Lain waktu ke sini lagi.



Satoria Hotel yang sebelumnya dikenal dengan nama Premier Inn ini merupakan hotel bintang 4. Pihak Satoria Hotel terus meningkatkan kualitas pelayanan hotel. Salah satunya dengan terus mengadakan training untuk semua pegawai hotel. Membuat bahagia karyawan hotel juga salah satu cara Satoria Hotel untuk menghasilkan kinerja yang bagus. “Kalau kita happy saat bekerja, pasti menghasilkan service yang bagus,” ucap sang General Manager Satoria Hotel.


Jenis tempat tidur Hotel Satoria sudah melebihi kualitas hotel bintang 5. Satoria Hotel sangat memperhatikan kebersihan hotel. Lobi sangat megah dan welcome. Ada dua tipe tempat tidur di Satoria Hotel, yaitu superior dan deluxe. Kamar deluxe luasnya 33 m2, dilengkapi sofa bed. Jadi, tamu tidak perlu menambah bed. Kamar superior terdiri atas 139 kamar. Kamar superior ini luasnya sekitar 24 m2. Room service di Satoria Hotel ini 24 jam. Selain itu, Satoria Hotel juga telah menyediakan accessible rooms dan disable facilities.



Restoran Satoria Hotel berada di dekat lobi. Kapasitasnya 120 orang. Restoran ini tidak hanya menyediakan menu saat sarapan, tapi juga menu makan siang dan makan malam. Saat akhir pekan, pihak Satoria Hotel akan mengadakan acara untuk komunitas-komunitas, seperti fashion show.


Meeting room di Satoria Hotel Yogyakarta berbeda dengan meeting room di tempat lain. Biasanya, meeting room identik dengan tempat yang tertutup dan tanpa jendela. Beda halnya dengan meeting room di Satoria Hotel yang anti mainstream banget. Meeting room di Satoria Hotel dilengkapi natural light window. Ruangan ini didesain dengan sangat apik sehingga peserta meeting tidak akan merasa jenuh. Bagusnya lagi, meeting room berdekatan dengan lobi. Tidak perlu naik ke lantai atas hanya untuk menuju meeting room.



Mengapa harus menginap di Satoria Hotel? Selain alasan yang saya deskripsikan di atas, Satoria Hotel juga terletak di area yang strategis. Hotel ini terletak Jalan Laksda Adisutjipto km. 8 Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman. Satoria Hotel dekat dengan bandara dan dekat dengan kota Yogyakarta. Tempatnya sangat strategis untuk menuju tempat-tempat wisata di dalam kota maupun luar kota, seperti Malioboro, Keraton, Prambanan, Gunung Kidul, Solo, dan sebagainya.



Ingin berenang di Satoria Hotel tanpa menginap? Boleh saja. Asalkan sambil menikmati barbeque bareng teman. Menu barbeque sekitar 70K/pax.  Budget untuk menginap di Satoria Hotel ada dua, yaitu dengan breakfast atau tanpa breakfast. Untuk info lebih lanjut mengenai Satoria Hotel, silakan kunjungi website www.satoriahotel.com dan akun Instagram @satoriahotelyogyakarta.