Jumat, 10 Juni 2016

Puasakah Aku?

Puasa itu menahan, bukan bersikap manja
Puasa itu nafsu yang ditawan, bukan menawan mata pencaharian
Puasa itu tak usah cari perhatian dengan aturan-aturan basi
Sampai kapan ibadah dan agama dijadikan topeng saja?
Sementara keimananan bersosial semakin miskin
Dan puasa tak lebih sebagai ritual kelaparan dan kehausan

Sini lihatlah, pak petugas
Si ibu berjualan nasi di siang hari karena memang dia cari duit lewat jualan makanan
Jika menghormati orang berpuasa dijadikan alasan, aku protes
Aku malu, aku kehilangan muka
Aku pun bertanya pada diriku sendiri
Sudahkah aku berpuasa?
Benarkah aku berpuasa?
Jangan-jangan selama ini aku sekadar mengubah jam makan
Jangan-jangan selama ini puasaku tak lebih mengisi jadwal tahunan
Ya, puasaku cuma memejamkan mata, tertidur, lalu terbangun saat orang-orang bebas menyajikan makanan
Puasaku cuma sibuk berlipstik merona merah, sedangkan hatiku hitam legam

Puasa itu...
Benarkah aku puasa, Tuhan?
Bermacam-macam makanan terhidang di depan mata
Kolak, es buah, puding, dan nasi kuning
Kulahap semua tanpa sisa
Kerakusan membuatku lupa ada mulut-mulut di luar sana yang terpaksa menahan liur menatap pedagang kaki lima
Sikapku sok puasa membuatku buta dan tuli pada jerit tangis bocah gelandangan
Aih, bahkan puasaku telah menjadi pembunuh tubuh-tubuh yang payah

Puasa itu...
Aku malu mengaku puasa, Tuhan

Jogja, 110616

Rabu, 08 Juni 2016

Ketika Paranoid Menjadi Keyakinan



Aku melihat orang-orang berteriak kesetanan. Untunglah bukan setan benaran. Jika setan benaran, tentu akan lahir sepasukan petugas keamanan penangkap setan-setan di bulan puasa ini. Entah apa yang mereka takutkan, padahal jelas di depan mereka hanya ada lukisan, gambar, dan sebuah stiker penghias kaca mobil. Entah apa yang mereka takutkan, padahal tak ada massa yang tiba-tiba saling bunuh dan saling intimidasi. Entah apa yang mereka takutkan, padahal mereka yang menyemai benih ketakutan dengan menyebarkan ketakutan berlebihan.
Aku melihat orang-orang berdebat di ruang maya dan ruang nyata. Masing-masing yakin dengan argumennya. Ada yang hunuskan kata-kata setajam parang. Ada yang menggulirkan bom-bom waktu ke tempat-tempat sunyi. Ada yang katanya berkeyakinan mengatasnamakan kemanusiaan. Senyatanya mereka yakin dengan keparanoidan mereka.
Aku melihat orang-orang orasi dengan yel-yel tercetak di dahi mereka. Simbol-simbol telah menjadi tato, simbol-simbol menyatu dengan logika, simbol-simbol dituhankan dalam hidup yang kata si Agnes Monica kadang-kadang tak ada logika. Hei, apa yang mereka orasikan? Ketakutan? Keyakinan? Kemanusiaan? Ataukah mereka hanya sorak-sorak bergembira sambil melemparkan petasan di tengah masyarakat yang adem ayem damai sentosa?
Aku melihat berita-berita menyebar tak ada saringan. Si penyebar tak bersaring. Si pembaca tak bersaring. Si teh kini pun tinggal celup saja (efek puasa ini). “Mana polisi? Mana Presiden? Kenapa halte ini tidak tidangkap?” teriak seorang perempuan di ruang maya. Duh, halte bakal ditangkap, Saudara. Halte di India bakal kena razia oleh polisi Indonesia (Itu harapan si perempuan). Bayangkan, halte di Kerala India dibilang halte di Cilengsi Bogor Indonesia. Alamak! Saking doyannya berbagi berita hoax, ya, gitu deh.
“Hei, kau kau! Kutandai kau, ya. Itu di mobilmu ada sandi PKI. Kaupelesetkan, ya, singkatan itu di stikermu,” seru si lelaki. (Sabar ya, Mas-mas Pilot yang ganteng. Anggap kalian sedang menonton srimulat. :D ) Duh, Saudara, macam mana bila UUD yang selama ini dipelesetkan jadi Ujung-Ujungnya Duit bakal kena hukum? Atau, kita bakal kena ciduk karena memelesetkan PLN menjadi Perusahaan Lilin Negara? Lah, wong stiker di mobil itu nama komunitas pilot. Kebetulan sama singkatannya. Misal, ada KKN Kuliah Kerja Nyata, ada pula KKN Korupsi Kolusi Nepotisme. Idih, pakai dijelaskan segala, Dib. Habis kesal juga melihat ribuan orang seperti dicocok hidungnya, manggut-manggut, lalu merasa bersikap paling benar dengan membagikan berita yang tak jelas sumbernya.
Ngangkat barbel dulu, yuk. (Sumber: http://health.detik.com/)
Aku melihat orang-orang kelaparan karena ini bulan puasa, kan? Haha! Puasa tak hanya soal menahan haus dan lapar, kata si Mamak. Puasa bukanlah menahan nafsu selama sebulan saja, ini kata Abah. Puasa bukanlah tidak puasa, ini kata si Edib. Puasa adalah yuk tahan jempolmu kapan pun. Setelah puasa, sebaiknya jempol, pikiran, dan hati, semakin terasah dan tersaring. Salam.

Jogja, 080616
Referensi:
http://www.kompasiana.com/nikensatyawati/dagelan-tentang-komunitas-pilot-indonesia-papa-kilo-yang-dituding-pki_5622614a187b610c0de62523
http://www.alamy.com/stock-photo/kerala-communist.html