Kamis, 31 Maret 2016

Masa Taman Kanak-kanak yang Tertunda


Banyak kenangan masa kecil yang tak akan terlupakan. Satu novel mungkin bakal tidak cukup menceritakannya. Ditulis saja belum. Sudah bilang tidak cukup. Haseeem! 
Aku anak ke-6 dari delapan bersaudara. Empat cowok, empat cewek. Anak tertua cewek, lalu empat cowok, tiga terakhir cewek. Para cowok diapit cewek-cewek cantik. Begitulah. Yang termanis cuma aku. #dilemparbakwan. Karena kakak cewek satu-satunya anak sulung dan sudah bekerja (jarang di rumah), jadi akulah yang kena bagian “momong” dua adik cewek. Selisih usiaku dengan adik tiga tahun dan lima tahun.
Dua adikku masuk sekolah TK saat aku kelas 3 SD. Sebenarnya, si bungsu itu belum layak masuk TK karena usianya masih tiga tahun. Tapi, dia menangis jerit-jeritan (sampai gede kebiasaan ngambek dan ngamuknya tidak hilang) mau ikut sekolah TK juga. Alhasil, dua adik masuk TK sekaligus. Tapi, adik bungsuku cuma “anak bawang”, tidak dianggap siswa resmi. Kasihan kasihan kasihaaan! :v
Saat itu, aku masuk sekolah siang karena keterbatasan ruang kelas. Setiap pagi, aku kebagian tugas mengantar dan menjemput dua adikku sekolah TK. Jarak rumah ke sekolah TK dekat untuk ukuran zaman dulu (tahun 90-an). Jadi cuma jalan kaki. Kalau zaman sekarang, aih, ke depan gang saja pasti malas jalan kaki. Hayo, ngakuuu! :D
Awalnya, aku malas sekali kebagian tugas antar-jemput, bahkan menunggui dua krucil yang sekarang sudah dewasa itu. Lah, mending aku main sama teman, manjatin pohon ketapi (kecapi), main di atas kelotok (perahu mesin), mencari haliling (tutut kalau bahasa Sunda-nya mah) di sawah, main rumah-rumahan beratap daun rumbia, atau main sepeda di Kampung Limau bareng teman-teman.
Oh, ya, aku sekolah langsung masuk sekolah dasar, tanpa TK. Bayangkan, di rumah tidak ada TV dan media informasi yang memadai, bagaimana aku bisa mengenal lagu anak-anak? Ada, sih, beberapa lagu yang aku hafal yang diajarkan oleh guru kelas 1. Namun, tentu tak sebanyak lagu yang dihafal anak-anak yang sudah menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak. Hiks. :’(
Ternyata ada hikmahnya mengantar, menunggui, dan menjemput mereka sekolah TK. Aku jadi hafal lagu-lagu anak-anak dan lagu nasional! Bagaimana tidak hafal, wong setiap pelajaran dimulai, aku duduk di depan kelas, menyimak aktivitas para siswa TK dan guru. Bahkan, kalau disuruh tanding soal lirik lagu, kedua adikku dijamin jempol ke bawah. :p Bahkan, aku main segala macam permainan di TK. Tidak apa-apalah telat menikmati masa TK asal tidak sama sekali. :D
Usia kelas 3 SD diberi “tugas” menjaga adik membuatku merasa dewasa sebelum waktunya, lho. Merasa saja, sih, padahal aslinya pecicilan sampai sekarang. :D Yang lebih tahu perkembangan kedua adikku mah aku. Mamak sesekali saja mengantar ke sekolah. Maklum, dulu Mamak dan Abah “sibuk” mencari uang demi pendidikan delapan anaknya. Love you, Mamak.
Tak pernah ikut lomba mewarnai karena tidak pernah sekolah TK, jadinya sok eksis pas lomba mewarnai di Salatiga. Alamak!
Ada satu pengalaman yang tidak akan terlupakan selama sibuk mengantar adik-adikku ke sekolah. Pulang dan berangkat ke sekolah, kami selalu melewati satu gang (namanya Gang Haji Hasan). Di depan gang itu ada satu rumah dengan halaman luas. Di halamannya, ada satu kandang yang juga luas. Itu kandang angsa yang katanya cantik memesona. Angsa-angsa itu dibiarkan berkeliaran. Jadi, fungsi kandang itu cuma buat tidur dan makan angsa-angsa.
Setelah mengantar adik ke sekolah, aku pulang sebentar ke rumah karena ada barang yang tertinggal. Melewati angsa-angsa yang berkeliaran aku mah santai kayak di pantai. Tidak ada rasa takut. Lah, kok tiba-tiba ada dua angsa yang mengejarku. Awalnya aku tidak sadar. Tapi, aku mendengar suara angsa semakin mendekat dan “bernada marah” dari arah belakangku.
Aku lari tunggang-langgang, ngos-ngosan sampai menyeberangi jembatan. Untungnya si angsa sudah berbalik arah, tidak sampai menyeberangi jembatan. Pret, deh, si angsa! Padahal, aku tidak memakai baju merah saat itu. Kan katanya kalau kita pakai baju warna merah bakal dikejar angsa. Apa karena mereka sedang kawin saat melihatku lewat? Mereka merasa terganggu? Ah, entahlah. Ngomongin kawin rasanya gimana gitu. Bikin sensitif para jomblo. Ahiks! Sejak itu, aku trauma kalau lihat angsa. Mending dikejar kamu, deh, daripada dikejar angsa. Saya Lathifah Edib, salam. #gayakomik. :p  #gagallucu. -_-

Jogja, 310316

Bela Tanah Air itu Menjadi Tim Nusantara Sehat



Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat majemuk. Masyarakat Indonesia menyebar ke seluruh pelosok dan seluruh lapisan masyarakat, dari pedalaman, pedesaan, perkotaan, hingga rakyat pinggiran (orang jalanan). Rakyat Indonesia hidup dalam perbedaan suku, agama, kebiasaan, adat istiadat, namun menyatu dalam satu naungan Pancasila. Lebih 70 tahun sudah Indonesia merdeka. Sudah tujuh presiden yang memimpin bangsa berlambang Garuda ini.
Saya teringat penggalan alinea dalam Pembukaan UUD 1945:
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Tim Nusantara Sehat 2015 (Sumber: http://maluku.wartakesehatan.com/)
Merdeka adalah mengisi kemerdekaan dengan cara memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan rakyat Indonesia. Itulah tujuan utama dari kemerdekaan, seperti diungkapkan juga oleh Ketua MPR RI, Pak Zulkifli Hasan, beberapa waktu lalu dalam acara gathering dengan netizens Jogja. Pertanyaannya, apakah tujuan kemerdekaan itu sudah tercapai hingga sekarang?
Kesejahteraan rakyat Indonesia sangat berkaitan erat dengan peningkatan kesehatan masyarakat. Masyarakat yang sehat secara fisik jelas sangat menunjang peningkatan kecerdasan. “Di dalam tubuh yang sehat ada jiwa yang kuat” atau dalam bahasa asingnya “Mens sana in corpore sano.” Kita analogikan dengan kamar. Bayangkan, kamar yang tanpa ventilasi, tanpa jendela, tanpa penerangan, tanpa sirkulasi udara yang cukup, pasti akan penuh debu di mana-mana. Apakah kamar seperti itu tempat yang bagus untuk ditempati? Jelas kamar itu tidak sehat secara fisik. Secara mental, siapa yang tertarik istirahat bahkan bekerja di kamar yang sumpek? Bukannya membuat semangat, malah menimbulkan penyakit dan pikiran jadi stres.
Begitu juga kondisi bangsa kita. Dari tahun ke tahun terus melakukan pembenahan di segala bidang kehidupan. Jika ada yang bilang bangsa kita tidak ada perkembangannya, mungkin dia selama ini menutup mata atau mengamati secara sekilas saja. Pendidikan, kesehatan, pembangunan tata kota, sudah berkembang secara baik. Hanya saja, kita tidak bisa menafikan ada beberapa bagian yang kurang maksimal penanganannya.
Di bidang kesehatan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), terus melakukan pembenahan dan berinovatif mengadakan program kesehatan. Sebagai negara berkembang, permasalahan kesehatan bangsa Indonesia adalah tingginya angka kematian ibu dan bayi serta gizi buruk. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah 359 per 100 ribu kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB) adalah 32 per seribu kelahiran hidup.
Pada periode 2015-2019, Kemenkes RI memfokuskan pemantapan Pelayanan Kesehatan (Yankes) Primer di segala penjuru tanah air, yaitu pembenahan fisik, sarana, dan sumber daya manusia. Ketiganya saling mendukung. Ada fisik (infrastruktur) dan ada sarana (fasilitas), tapi kurang sumber daya manusia (tenaga kesehatan), bagaimana bisa berjalan maksimal?
Jumlah rakyat Indonesia per 1 Juli 2015 adalah 255,461,700 jiwa (peringkat ke-4 di dunia). Jumlah SDM  kesehatan pada tahun 2012 sebanyak 707.234 orang dan meningkat menjadi 877.088 orang pada tahun 2013. Dari seluruh tenaga kesehatan yang ada, sekitar 40% bekerja di Puskesmas. Pada tahun 2014, jumlah tenaga kesehatan yang terdiri atas dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, kefarmasian, dan lain-lainnya mencapai 891.897. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yakni sebesar 877.098. Memang dari tahun ke tahun, tenaga kesehatan selalu mengalami peningkatan. Tapi, itu masihlah angka yang kurang dibandingkan dengan jumlah rakyat Indonesia yang 250 juta jiwa lebih.
Sebagai orang yang tidak berkecimpung di dunia kesehatan selaku tenaga medis, saya rasanya ingin sekali terjun langsung mendatangi berbagai pelosok di tanah air. SDM yang kurang ditambah kondisi fisik yang sulit ditempuh, seperti daerah pedalaman di Papua, NTT, NTB, dan daerah Indonesia timur lainnya, serta beberapa daerah di semua pulau di Indonesia (termasuk Pulau Jawa sendiri masih banyak menyimpan “eksotis”nya desa pedalaman yang sulit dijangkau transportasi darat).
Program Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat tidak akan berjalan maksimal tanpa dukungan seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan membentuk Tim Nusantara Sehat oleh Kemenkes RI adalah langkah konkrit dalam memaksimalkan tujuan program pemerintah. Inilah salah satu warna dan langkah nyata bela tanah air. Siapa, sih, yang tidak mau mengabdikan diri kepada tanah air, tanah pusaka?
Dengan adanya program Nusantara Sehat, diharapkan tenaga kesehatan menyebar hingga segala pelosok. Saya jadi terpikir, andai saya diberi kesempatan menjadi Tim Nusantara Sehat. Selain sebagai wujud cinta tanah air, menjadi Tim Nusantara Sehat adalah cara saya berbaur dengan masyarakat, serta mengenal dan memberi solusi pada permasalahan negeri secara langsung tanpa tuding sana tuding sini. Zaman sekarang, bicara harus disertai aksi nyata. Zaman sekarang, tidak ada untungnya menghujat pemerintah tanpa memberi solusi dan membuktikan “kita adalah putra bangsa yang peduli pada tanah air.”
Seperti yang saya katakan sebelumnya, tujuan kemerdekaan Indonesia telah termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Siapa yang memegang kendali kemerdekaan? Kita. Rakyat Indonesia. Pengisi kemerdekaan. Tim Nusantara Sehat, salah satunya.
Jika saya jadi Tim Nusantara Sehat, tentu saya tidak akan menyia-nyiakan berkah dan amanat yang diberikan. Saya tidak akan mendengarkan perkataan-perkataan negative. Misal, “Ngapain repot-repot bantu orang yang kaitan darah pun nggak ada.”; atau, “Realistis saja. Cari duit yang banyak. Bantu orang sakit atau orang di desa-desa itu tugasnya pemerintah.” Pemikiran di balik pernyataan-pernyataan itu yang perlu diluruskan. Tugas membantu sesama adalah tugas rakyat Indonesia, tugas semua elemen masyarakat.
Jika saya jadi Tim Nusantara Sehat, selain membantu secara medis ke masyarakat Indonesia, saya juga berusaha menularkan semangat bela tanah air ke lingkungan terdekat saya. Mungkin, ada beberapa tenaga medis yang tidak bisa ikut Tim Nusantara Sehat karena tidak diizinkan keluarga. Mungkin, ada beberapa orang yang terlalu memasang tameng dan sekat antara profesi dan masyarakat. Bergerak dan bergerak. Dalam mewujudkan tujuan, kita tidak bisa sendirian. Perlu tim, perlu kerja sama, dan perlu regenerasi. Dalam hal ini, tularkan semangat berbagi itu ke keluarga terdekat lebih dulu, seperti pasangan, anak, keponakan, dan lain-lain.
Jika saya jadi Tim Nusantara Sehat, saya juga harus senantiasa sehat. Menjaga kesehatan diri sendiri tetap nomor satu. Membantu orang lain juga hal yang utama. Persiapan fisik dan mental itu harus dilakukan sebelum saya memutuskan menjadi bagian Tim Nusantara Sehat. Tugas Tim Nusantara Sehat tidak hanya mengobati, tapi melakukan bimbingan, penyuluhan, dan edukasi tentang kesehatan ke masyarakat. Kita ketahui bersama, kondisi sosial dan budaya masayarakat Indonesia sangat beragam. Sebagai Tim Nusantara Sehat (jika saya jadi Tim Nusantara Sehat), saya harus komunikatif kepada masyarakat. Mendekati masyarakat dengan tingkat kemajemukan yang tinggi tentu skill komunikasi harus mumpuni.
Jika saya jadi Tim Nusantara Sehat, saya ingin menjadi bulir padi yang merunduk meski tambah gemuk dan menguning. Saya ingin menyenangkan petani-petani yang telah berusaha menyemai benih, memangkas rumput, dan memanen hasil tanamnya. Saya ingin tersenyum ketika melihat masyarakat (baca: pasien) tersenyum.
Sebagai penutup, jika saya jadi Tim Nusantara Sehat, satu puisi untuk semua Tim Nusantara Sehat:
Nusantara Sehat

Di bawah langit Nusantara kita bernaung
Lantunkan Indonesia Raya agar tetap bergaung
Di tepi pantai, di hutan, di pedalaman
Banyak wajah yang rindu senyuman
Banyak raga yang menunggu pengobatan
Duduklah sebentar, duhai kawan
Desir angin menemani pertemuan
Tersenyumlah pada setiap sapa di tepi jalan
Tersenyumlah pada setiap wajah yang mengharap bantuan
Tersenyumlah, maka tak ada yang lebih sempurna dari segala doa sesama

Di atas tanah Pertiwi kita berpegangan erat
Sang Saka berkibar jiwa bersemangat
Saling berbagi demi masyarakat sehat
Pandang ke depan, cakrawala luas membentang
Ulurkan tangan, mari berkumpul dalam kasih sayang
Nusantara Sehat jadikan tujuan

Salam sehat!

Jogja, 310316

Referensi:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-publik/Renstra-2015.pdf http://nusantarasehat.kemkes.go.id/content/sekilas-nusantara-sehat

Rabu, 30 Maret 2016

Antara Aku, Keluarga Kandung, dan Keluarga Jauh

Sudah setahun aku merantau ke kota gudeg ini. Rasa kangen kerap menderaku, tak peduli pagi, siang, atau malam. Tak peduli di kantor atau di jalanan. Tapi, di kantor mah tidak terlalu dipikirkan karena sibuk kerja. Keluyuran di jalanan dan ke beberapa kota adalah salah satu caraku menyimpan kangen. Kalau berkurung diri saja di kamar kos sewaktu liburan, dijamin bakal kangen sesak. Ahiks!

Kata sebagian orang, "Perasaan sayang akan semakin terasa saat sedang berjauhan." Ini benar banget. Namun, bukan berarti kalau berdekatan sayangnya berkurang. Ibarat angkot, jauh dekat lima ribu. Jauh dekat tetap sayang. Oh, angkooot! 😅



Keluargaku bukan tipe "romantis", yang selalu ada perayaan atau sekadar ucapan selamat setiap ada yang ultah. Bukan pula tipe yang selalu saling bertanya kabar, apalagi kalau berjauhan seperti ini. Hal ini sudah kurasakan sejak zaman kuliah. Oh iya, sejak kuliah sebenarnya aku sudah merantau. Sebulan sekali Mamak, Abah, atau saudara meneleponku sudah untung banget. Tapi, yang kutahu, mereka selalu sayang padaku. Ehem!

Aku anak ke-6 dari 8 bersaudara, tapi sisa 7 orang. Anak ke-2 sudah meninggal tahun 2008 silam. Keponakanku ada 10 orang, tapi sisa 9 orang. Cucu tertua Abah Mamak meninggal dua tahun silam. Aku beruntung dibesarkan oleh Mamak Abah yang sangat memperhatikan keluarga, bahkan keluarga jauh sekalipun. Jika sebagian keluarga lain ada yang tidak tahu-menahu siapa keluarga jauh (hingga sepupu sepuluh kali, bahkan. :D ), Abah dan Mamak justru sebaliknya.

"Aku aja nggak hafal dan nggak ingat siapa keluarga jauhku, lah Abahmu itu tahu semua," kata Mamak. Ucapan yang sama juga diucapkan Paman dan Acilku (Acil: panggilan tante dalam bahasa Banjar). Sebab itulah, sejak dulu, Abah sering dipinta tolong menyebarkan undangan perkawinan atau acara lainnya. Abah hafal semua nama dari A-Z, dari sepupu sekali sampai sepupu sepuluh kali, dari ujung kampung ke ujung kota. :D

Sering kalau aku dan keluarga datang ke acara perkawinan atau syukuran, Mamak dan Abah mengenalkan kerabat lainnya. "Ini sepupumu, anak Paman Amin." Atau, "Ini lho nenekmu, sepupu kakek." Lah, Paman Amin saja aku tidak kenal atau lupa mungkin. Entah sepupu kakek berapa kali itu. Kadang juga yang dibilang "nenek" itu usianya sama dengan Kakak. :v

Dari kedelapan saudara, yang paling menurun sikap Abah yang supel itu cuma Abang nomor 4. Sikap itu muncul karena kebiasaan yang sama. Pertama, supel. Abah suka menyapa orang yang baru bertemu sekalipun. Kedua, berusaha selalu menghadiri undangan orang lain. Wah, ini kadang yang lalai aku dan saudara-saudaraku lakukan. Apalagi kalau undangan perkawinan banyak sekali di hari Minggu, faktor lelah sering membuat kami mengabaikan undangan. Nah, kalau Abah pasti diusahakan hadir meski tempatnya jauh.

Ketiga, Abah selalu mengunjungi keluarga yang sakit dan meninggal dunia. Maka, jangan heran, sampai dokter dan perawat pun hafal siapa Abah, bahkan pasien sebelah ruangan. :D Selain tujuannya mendoakan si sakit dan menjaga tali silaturahmi, tapi juga membuka persaudaraan baru.

Keempat, Abah sering berkunjung ke keluarga tanpa sebab apa-apa. Maksudnya, ya sekadar berkunjung tanpa modus pinjam duit, misal. Wkwkwk. Sampai-sampai ada kerabat jauh yang tiba-tiba datang ke rumah hanya karena Abah lama tidak mengunjungi rumahnya.

Sikap Abah yang sangat perhatian ke keluarga jauh itu terasa sekali manfaatnya. Banyak keluarga yang merasa dekat sekali dengan keluarga kami, bahkan seperti dianggap keluarga kandung. Yang paling terlihat kalau kami mengadakan acara perkawinan (perkawinan saudara-saudaraku) dan syukuran. Undangan yang datang pasti bejibun. Tetangga sering heran kenapa setiap kami mengadakan acara, di depan gang selalu berderet mobil-mobil, dari mobil biasa sampai mobil mewah. Padahal, siapalah Abah. Pejabat, bukan, ulama, bukan, punya istri cuma satu. Wkwkwk. Ini kadang jadi joke di keluargaku. Sewaktu Abah sakit saja, setiap hari ada saja yang bertamu. Aku saja kadang tidak kenal siapa saja yang besuk.

Rasa saling menyayangi dan memperhatikan keluarga juga Abah tanamkan padaku dan saudara-saudaraku. Jika ada satu yang tertimpa masalah, saudaranya lainnya tidak boleh tutup mata. Jika ada saudara yang masih sulit ekonominya, saudara lain yang mampu harus membantu dan tidak boleh senang-senang sendiri. Egois benar-benar dihilangkan. Persaudaraan dieratkan dengan saling berbagi.

Jauh dengan keluarga mengajarkan arti kasih sayang sesungguhnya. Membuka silaturahmi dengan keluarga jauh lewat saling berkomunikasi dan berkunjung juga sangat bermanfaat, lho. Ada satu kerabat yang akrab dengan Abah. Bahkan, katanya, keluarga kandung mereka saja tidak seakrab dengan Abah. Suami-istri itu sampai berucap ke Abah dan Mamak, "Kalian jangan meninggal dulu sebelum memandikan kami berdua." Atas izin Allah, mereka berdua meninggal lebih dulu. Sampai sekarang, anak-anak sampai cucu mereka akrab dengan kami.

Ada juga satu keluarga yang sudah menganggap Abah seperti saudara kandung, padahal hubungan kami cuma sepupu yang jauuuh sekali. Sampai-sampai, ketika mereka tahu aku tinggal di Yogyakarta, mereka menawarkanku satu rumah untuk ditempati. Karena rumah itu sangat jauh dari kantor, aku tidak bisa menempatinya.

Banyak sekali manfaat bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat. Kalau diceritakan semuanya di sini tidak cukup satu postingan. :D Yang jelas, aku selalu berusaha membangun hubungan baik dengan keluarga kandung, menjalin keromantisan yang sempat terputus, dan terus menciptakan kebersamaan. Bagaimana pun, keluarga adalah tempat berpulang yang nyaman setelah kita lelah berjalan.

Salam sayang selalu.


Jogja, 300316 


Selasa, 29 Maret 2016

Sembilan Ramuan Herbal Ala Mamak

Selain dikenal sebagai ratu rumah tangga dan manajer keuangan yang andal, seorang ibu adalah dokter bagi keluarganya. Seorang ibu pasti tahu apa yang harus dilakukan pertama kali saat suami dan anak-anaknya sakit. Begitu pun dengan Mamak. Sebelum sakit Abah dan anak-anaknya diobati dengan obat medis, Mamak selalu siap dengan obat-obat herbal dari berbagai tanaman dan bumbu dapur. Apa sajakah tanaman dan bumbu dapur yang sering dijadikan obat oleh Mamak?

1.     Jeruk Nipis dan Kapur Dapur
Jeruk nipis dan kapur dapur tidak pernah terpisah dari Mamak. Ke mana pun dia pergi, dua benda ini selalu dibawa. Kebiasaannya itu pun tertular ke anaknya yang paling bandel dan satu-satunya yang edan, aku. :D Sampai sekarang tinggal di Yogyakarta pun, jeruk nipis dan kapur dapur selalu tersedia di kosku.
Sumber: pondokibu.com
Apa, sih, manfaat jeruk nipis dan kapur dapur? Ternyata jeruk nipis yang banyak mengandung vitamin C ini dan kapur dapur bermanfaat untuk menghilangkan masuk angin. Aku termasuk orang yang gampang masuk angin. Nah, kedua benda ini sangat ampuh sebagai obat. Cara menggunakannya: Potong jeruk nipis, lalu oleskan kapur dapur di atas irisan jeruk nipis. Olesi bagian punggung, kaki, perut, leher, dan sebagainya. Insyaallah, masuk angin pun hilang.

2.     Gula Merah dan Kapur Dapur
Sewaktu kecil, tentu sering kena bisul. Aku mah jarang. Yang paling sering itu adikku. Obat yang sering Mamak pakai untuk mengobati bisul adalah gula merah dan kapur dapur. Caranya: campur irisan gula merah dan kapur dapur ke area kulit yang kena bisul, tapi jangan sampai kena mata bisul. Lama-lama, mata bisul itu akan pecah sendirinya.

3.     Cengkih
Siapa yang belum pernah sakit gigi? Kata lirik lagu, “Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati ini….” Ah, kalau aku mah, tidak mau keduanya. :D Sakit gigi memang penyakit yang bisa dibilang parah, bisa dibilang tidak parah. Kata satu teman kantor, “Sakit gigi meski berhari-hari, nggak ada tuh yang besuk aku.” Hahaha, benar juga, ya. #elus-elus gigi.
Sumber: griyawisata.com
Saat sakit gigi, berbagai obat pasti kita coba, bahkan kadang ada yang tidak masuk akal. Misalnya, pandang foto mantan, maka sakit gigimu sembuh. Weleh, yang ada tambah parah euy! Pletak!
Cengkih salah satu obat yang lumayan ampuh buat sakit gigi. Cengkih mengandung antiinflamasi, antioksidan, antibakteri, dan bersifat sebagai anestesi yang bisa menyembuhkan luka dan membunuh bakteri pada gigi berlubang. Rendam beberapa cengkih di air hangat. Diamkan sekitar lima menit, lalu kumur-kumur dengan air cengkih itu.

4.     Kencur, Jeruk Nipis, dan Kapur dapur
Karena faktor U alias faktor usia, kaki Mamak sering terasa pegal. Kalau sudah terasa pegal sekali, Mamak pasti menuju dapur mencari kencur. Lalu, kencur itu dia kupas dan parut sendiri pakai parutan kelapa. Setelah diparut, kencur itu Mamak campurkan dengan kapur dapur dan perasan jeruk nipis.
      Seringnya Mamak mengurut sendiri kakinya. Kalau anaknya ini lagi baik dan manis sekali (biasanya sih manis saja), aku menawarkan memijatinya. Tidak hanya buat kaki, lho, ramuan itu juga bisa untuk seluruh tubuh. ;)

5.     Kecap Asin dan Jeruk Nipis
Batuk? Dikecapin saja! Maaf, sedikit menggubah bahasa iklan. :D Ini obat yang paling ampuh buat batuk. Campur kecap dengan perasan jeruk nipis, lalu minum satu sendok. Rasanya so pasti segar dan enak. Kalau tidak ada kecap asin, ya pakai kecap manis saja.

6.     Kunyit
Kulitku sangat alergi dengan angin, khususnya angin malam. Kalau kondisi badan kurang fit ditambah kena angin malam, siap-siap saja jemari menggaruk badanku. Baliman. Ini nama penyakitnya. Dalam bahasa daerah lain disebut biduran. Ciri khas penyakit ini adalah muncul bilur-bilur merah yang sering menyerupai peta Indonesia. Biasanya sampai terasa hingga kepala, lho. Kepala terasa tebal sekali. Kalau tidak terlalu parah, paling cuma menyerang bagian kaki atau tangan saja.

Sumber: www.tanamanobat.net
Sebelum tahu ada obat yang bentuknya kecil sekali dan dijual di apotek (lupa namanya), Mamak sering mengobati baliman-ku dengan air kunyit. Perasan kunyit dibalurkan ke bagian tubuh yang gatal dan memerah.
Ada lagi manfaat kunyit. Apakah ada yang pernah luka atau memar karena jatuh? Parutan kunyit dibungkus dengan kain, lalu taruh di atas minyak goreng panas di atas kompor. Bungkusan kunyit yang panas itu dioles dan sedikit ditekan ke bagian tubuh yang luka memar.

7.     Daun Sirih
Sirih mengingatkanku nini-nini (bahasa Banjar: nenek-nenek) yang suka menginang. Manfaat sirih ini sangat banyaaak. Di antaranya: untuk menghilangkan bau mulut dan bau badan, mengobati mimisan, mengobati sakit mata, dan lain-lain.
Untuk menghilangkan bau mulut dan bau badan, caranya daun sirih direbus sampai layu. Dinginkan airnya, lalu diminum. Bisa juga mengobati keputihan, lho, yaitu dengan cara disiram ke area kewanitaan kita.
Untuk mengobati mimisan, gulung daun sirih sehingga bisa dimasukkan ke hidung kita.
Bagaimana cara menggunakan daun sirih sebagai obat sakit mata? Daun sirih kita bakar hingga layu, lalu tempelkan daun yang masih hangat itu ke mata yang bintilan. Hayu, siapa yang pernah bintilan karena mengintip Edib yang manis? #dilempar gula.

8.     Daun Sirsak
Sumber: www.manfaatbuahdaun.com/
Kandungan daun sirsak lebih baik dari kandungan buahnya. Daun sirsak mengandung annohexocin, anonol, acetogenins, annocatacin, anomurine, dan annomuricin. Daun sirsak terkenal sebagai obat antikanker dan berbagai penyakit lainnya.
Kakak ipar sakit ambeien yang lumayan parah. Penyakitnya ini sering kambuh dan mengganggu aktivitasnya. Daun sirsak adalah solusi dalam proses pengobatannya.

9.     Daun Jambu Biji

Diare adalah penyakit pencernaan yang sebentar saja bisa membuat kita lemas. Dulu, di perkarangan rumahku dan rumah tetangga, banyak pohon jambu biji. Setiap ada yang diare, pasti memetik daun jambu biji, lalu direbus. Air rebusannya diminum, bukan dikasih ke mantan, ya. -_- #mantan lagi.
Ternyata banyak sekali manfaat daun biji ini, seperti menurunkan kadar kolesterol, ambeien,  demam darah, antikanker, dan sebagainya. Ada banyak kandungan nutrisi pada daun jambu biji, misalnya asam psidoklat, asam oleanolat, asam guajaverin, minyak atsiri, minyak lemak, vitamin, dan  tannin.

Masih banyak lagi obat herbal dan ramuan ala Mamak dan orang terdahulu. Dalam rangka pencegahan penyakit, mari mulai mengatur pola hidup. Penuhi pekarangan dengan tanaman yang bisa digunakan sebagai obat. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Sekarang teknologi semakin canggih, informasi pun menyebar dengan cepat. Dengan searching di Google, kita sudah dapat resep obat-obatan herbal. Namun, sebelum mengaplikasikan informasi yang baru kita ketahui, sebaiknya diteliti dengan benar. Salam sehat!

Jogja, 290316