Kamis, 25 Februari 2016

Jadikan Jurnal Kesehatan Sebagai Gaya Hidup


Sumber:
https://rekammedis269.wordpress.com/
Data sangat penting dalam setiap aktivitas, baik aktivitas yang berhubungan dengan orang lain (misal transaksi jual beli) ataupun aktivitas yang berkaitan dengan diri sendiri saja. Apakah kamu pernah menulis diary, menceritakan kegiatan sehari-hari dan perasaan dengan sangat gamblang?
Apakah gunanya sebuah diary? Ternyata, diary sangat berguna menjaga memori kita, lho. Kalau kamu pernah menulis diary dari kecil, lalu membacanya saat dewasa, kamu akan tersenyum-senyum bahagia. Kamu akan teringat sosok-sosok masa kecil. Sebelumnya kamu lupa siapa saja nama teman masa kecil, siapa cinta pertamamu (ehem!), siapa saja nama guru sewaktu sekolah, tapi dengan membaca diary, memorimu seperti di-upgrade.
Menyimpan data riwayat kesehatan kita sangat penting. “Buat apa ribet bikin data kesehatan, sih? Hidup itu ikuti arus air saja. Ngapain repot-repot kontrol ini itu. Yang penting kita jaga kesehatan, makan teratur, olahraga teratur. Kalau sehat, ya, sehat. Kalau bakal sakit, ya, sakit.” Ini pikiran saya dulu, beberapa tahun lalu.
Apakah pemikiran saya di atas benar? Oow, ternyata selama ini saya terjebak pemikiran yang keliru. Menjalani hidup memang harus santai. Jangan dibuat ribet. Namun, perkembangan kesehatan kita dari masa ke masa itu akan membantu kita di kemudian hari. Tuhan memang sudah menggariskan kapan kita mati. Kita tidak bisa menolak jika diberi rasa sakit. Tapi, Tuhan juga memberikan akal dan energi bagi manusia untuk senantiasa berikhtiar.
Jurnal kesehatan tidak hanya diperlukan sesaat, misal ketika kita divonis sakit lumayan parah. Jurnal kesehatan sangat mempermudah proses pengobatan. Dokter lebih mudah mendiagnosis penyakit kita tanpa perlu ribet bertanya riwayat kesehatan kita.
Saya punya seorang sahabat yang sejak SMA sudah membuat jurnal kesehatan. Dia menderita sakit jantung sejak kecil. Meskipun dia rutin berobat dan pastinya punya rekam medis sendiri dari pihak rumah sakit (dokter), dia berinisiatif membuat jurnal kesehatan secara mandiri. Jadi, hal-hal yang kita anggap sepele, misal tanggal sekian tensinya naik, tanggal sekian dia kena flu dan minum obat merek X, tanggal sekian dia kena diare dan minum obat herbal Y, semua dia tulis.
Awalnya, saya pikir kebiasaannya menuliskan jurnal kesehatan secara lengkap dari A-Z itu hanyalah buang-buang waktu. Suatu hari saya pernah bertanya ke teman saya itu—sekarang dia sudah berkeluarga dan menjadi guru di salah satu SMAN di Banjarmasin—apa tidak ribet selalu menulis perkembangan kesehatan sesering itu? Bukannya sudah ada dokter yang mencatat rekam medis kita?
“Memang ada rekam medis, tapi aku juga perlu bikin catatan sendiri biar gampang antisipasi saat ada tanda-tanda kumat,” jawabnya.
Wah, saya terperangah! Dia begitu semangat menjalani proses pengobatan. Dan, “mandiri” ini poinnya. Kita tidak bisa mengandalkan dokter saja dalam menjaga kesehatan. “Sebenarnya yang tahu kondisi tubuh kita itu diri kita sendiri. Dokter hanya membantu,” ucapnya.
Ucapannya itu membuat saya berpikir dan berpikir. Satu lagi poin penting: “Yang tahu kondisi tubuh kita itu sebenarnya diri sendiri.” Tubuh manusia diciptakan oleh Tuhan dengan kesempurnaan yang benar-benar sempurna. Robot secanggih apa pun tidak akan bisa menandingi ciptaan Tuhan. Tubuh manusia tidak hanya sempurna fisiknya, tapi juga sempurna sistem kerja metabolisme tubuh. Jadi, sebenarnya manusia bisa “membaca” kondisi tubuh dirinya sendiri apabila memperhatikan gejala-gejala yang terjadi.

Definisi metabolisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Pertukaran zat pada organisme yang meliputi proses fisika dan kimia, pembentukan dan penguraian zat di dalam badan yang memungkinkan berlangsungnya hidup.”

Saya mencoba menganalogikannya dengan ujian sekolah atau ujian semester kuliah. Setiap selesai ujian, kebiasaan saya adalah mengira-ngira berapa nilai raport saya nanti, berapa kira-kira nilai mata kuliah saya. Biasanya, perkiraan saya tidak pernah meleset.
Sewaktu kelas 2 MTsN (setingkat SLTP), nilai raport saya menurun dari yang biasanya rangking 1-2 dari sekolah dasar. Abah marah besar. Saya tidak kaget karena saya bisa menebak reaksinya bakal seperti itu. Bagaimana tidak, waktu itu saya memang lebih banyak main daripada belajar, jadi tidak mengharap lebih akan mendapat rangking 1. Begitu pun setelah duduk di bangku MAN (setingkat SMA), saya bisa menebak berapa nilai yang saya dapat. Usaha saya menaikkan prestasi ketika kelas 3 MAN berbuah hasil. Saya juara umum, sesuai perkiraan dan usaha saya tentunya.
Nah, apa hubungannya dengan kesehatan? Tidak jauh beda dengan nilai raport. Apakah hasilnya memuaskan atau tidak, tentu sesuai dengan usaha kita. Apakah kesehatan kita tertangani dengan baik atau tidak, tergantung usaha kita memperhatikan kesehatan diri sendiri.
Seberapa pentingkah jurnal kesehatan bagi hidup kita? Mari kita bicara sekilas tentang kanker. Kanker adalah penyakit mematikan dan semakin berkembang dari zaman ke zaman. Banyak yang bilang penyakit kanker adalah penyakit orang modern. Namun, menurut sejarah, penyakit ini sudah ada sejak 3.200 tahun lalu. Kesimpulan ini berdasarkan hasil penelitian pada tulang manusia berumur 3.200 tahun yang terdeteksi kanker. Jadi, sebenarnya penyakit kanker sudah ada sejak lama, namun jarang sekali (bahkan hampir tidak pernah) ditemui dalam temuan-temuan arkeologis.
Seiring berkembangnya zaman dan semakin banyaknya penyakit kanker yang bisa mengancam siapa saja, pengobatan kanker pun semakin canggih dan modern. Jika awalnya penyakit ini hampir sulit dicari obatnya, sekarang banyak pengobatan medis (kemoterapi, radiasi, dan lain-lain) maupun herbal. Bahkan, baru-baru ini ada pengobatan dengan menggunakan brain cancer electro capacitive therapy dan breast cancer electro capacitive therapy yang diciptakan oleh Dr. Warsito Taruno.
Apakah dengan semakin berkembangnya pengobatan kanker, lantas kita santai-santai saja tanpa memeriksa kesehatan secara rutin? Tanpa mempelajari kondisi kita dari waktu ke waktu? Tidak bisa begitu. Sebab itulah perlu adanya jurnal kesehatan yang nantinya berhubungan dengan deteksi dini penyakit kanker. Deteksi dini penyakit kanker, baik itu kanker payudara, kanker serviks, kanker otak, kanker paru-paru,dan sebagainya, sangat diperlukan. Selain dengan memulai pola hidup sehat, kita juga mempelajari gejala-gejala pada tubuh kita.
Sumber:
http://jawadarshad221.blogspot.co.id/
Beberapa waktu lalu saya mengunjungi Museum Kanker Indonesia di Surabaya. Di museum itu, terdapat banyak “fosil” sel kanker yang tersimpan di dalam stoples-stoples. Saya penasaran, kok museum ini bisa menyimpan sel-sel kanker? Untuk menghilangkan rasa penasaran, saya bertanya ke pengelola museum. Saya mendapat jawabannya. Sel-sel kanker yang tersimpan dalam stoples itu merupakan sel-sel kanker yang sudah stadium lanjut, yang disimpan dan diawetkan setelah operasi. Ternyata, kebanyakan pasien kanker di Indonesia baru terdeteksi setelah stadium lanjut (di atas stadium 2). Kesadaran deteksi dini di Indonesia sangat rendah. Konon, museum di Surabaya itu satu-satunya museum kanker di dunia. Wah!
Andai saja banyak yang peduli kesehatan, banyak yang secara mandiri deteksi dini, banyak yang rutin membuat jurnal kesehatan, tentu Museum Kanker Indonesia di Surabaya itu tidak akan dibangun, tentu akan banyak yang cepat tertolong lebih cepat. Stop berandai-andai! Kini saatnya kita peduli kepada diri sendiri, menjadi “dokter” bagi diri sendiri, mulai aktif membuat jurnal kesehatan. Tidak hanya deteksi dini terhadap penyakit kanker, juga penyakit-penyakit yang lain. Janganlah mengabaikan gejala-gejala kecil yang kita rasakan. Sudah saatnya menuliskan apa yang kita rasakan dalam sebuah jurnal kesehatan dan menyimpan hasil pemeriksaan. Bukannya malah dijadikan bungkus perabotan. Haha! Jadi teringat foto hasil rontgen yang dijadikan ganjel lemari di rumah. Oow!
Teknologi semakin berkembang. Banyak aktivitas manusia yang dilakukan secara online. Smartphone semacam menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Mau tidak mau, kita memang harus mengikuti perkembangan teknologi dan komunikasi. Banyak aplikasi di smartphone yang bisa mempermudah aktivitas kita. Begitu pun dengan jurnal kesehatan. Jika dulu sahabat saya menulis jurnal kesehatannya di dalam sebuah buku tulis, sekarang ada aplikasi yang lebih mudah menyimpan data dan tidak perlu takut hilang data. Satu lagi, kita tidak perlu lagi ribet membawa jurnal kesehatan ke mana-mana. Kita tidak perlu repot lagi kalau lupa membawa buku jurnal kesehatan. Bayangkan saja ribetnya kalau ke mana-mana mesti membawa berkas check up, hasil lab, dan sebagainya, yang segunung jumlahnya.
Nama aplikasinya adalah MedicTrust. Tinggal cek aplikasinya, maka akan terbaca semua data atau jurnal kesehatan kita. MedicTrust adalah sebuah aplikasi kesehatan untuk mempermudah pasien dan dokter dalam memantau perkembangan kesehatan. Pembuatan aplikasi ini dilatarbelakangi oleh ketidakpratisan membawa rekam medis. Para penggagas MedicTrust, Katerine Tjin dan Grace Tjin, pernah punya pengalaman ribetnya saat sang ayah berobat di Amerika. Semua itu disebabkan rekam medis yang tidak tersimpan baik.
Bagaimanakah cara meng-install aplikasi MedicTrust? Sangat gampang. Silakan download di Google Play atau App Store. Searching saja "MedicTrust", install, lalu masukkan profilmu.
Pengelola aplikasi ini bekerja sama dengan banyak dokter dan rumah sakit. Lalu, bagaimana menyimpan data kesehatan kita? Cukup kita foto dokumennya, lalu upload. Selain itu, kita juga bisa berkonsultasi dengan dokter yang sama-sama memakai aplikasi MedicTrust.
Ini akun saya. Mana akunmu?
MedicTrust terus mengembangkan sayapnya dengan terus memberikan informasi pentingnya jurnal kesehatan. Pihak MedicTrust bekerja sama dengan berbagai rumah sakit dan para dokter. Aplikasi ini tidak akan berjalan tanpa dukungan semua praktisi kesehatan dan yang pasti kita yang menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan primer, bahkan gaya hidup. Mungkin di luar sana masih banyak orang yang takut memeriksakan kesehatannya secara berkala, masih banyak orang yang malas-malasan membuat jurnal kesehatan, masih banyak yang enggan menyimpan rekam medis. Tapi, dengan aplikasi ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pentingnya jurnal kesehatan dan menjadi dokter bagi diri sendiri. Yes, healthy is my lifestyle!
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana MedicTrust, silakan kunjungi dan follow akun Facebook Medictrust, Twitter @MedicTrust, Instagram @medictrust, dan web https://medic-trust.com/. Sebarkan berita bahagia tentang kesehatan ini. Semoga rakyat Indonesia lebih sehat lahir dan batin. Amin.
Salam sehat!

Jogja, 250216

Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Warsito_Taruno

21 komentar:

  1. Asli saya pengen ke museum tersebut, jangan2 hasil fosilku ikut dikirim disana wkwkwkwk tapi itu ternyata penting jurnal kesehatan! Perlu dicoba makasih Ling

    BalasHapus
  2. Menjaga kesehatan memang penting banget apalagi menyimpan catatan medis kita. Dengan adanya aplikasi ini memebantu kita untuk menyimpan catatan medis kita yang tercecer selama ini. trimakasih informasinya ya dib :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekaki, Mbak Dian. Kita nggak perlu repot ngubek isi lemari, ya. :)

      Hapus
  3. Setuju, dokter terbaik adalah diri kita sendiri, yg tahu pasti apa yg kita rasa.

    Saya baru tahu ada museum kangker, smg suatu saat bisa kesana :)

    Bagus juga ya Mba Edib ada aplikasi Medic Trust ini, nanti coba akh instal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayuuu rame2 ke sana, Wan. :) Sekaligus eksplor Jatim. Hehe.

      Hapus
    2. Install aplikasinya, yaaah. Bener2 keren.

      Hapus
  4. Kayaknya seru ya bikin jurnal kesehatan

    BalasHapus
  5. Sepakat, kesehatan adl modal utama
    jadi kita sendiri musti aware
    terutama dg riwayat kesehatan diri
    salam sehat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam sehat, Mas Agung Han. Sehat selalu, ya. Benar sekali, modal utama! :)

      Hapus
  6. Setuju, kpedulian pada kesehatan diri menjadi faktor penentu, kita mau sehat atau nggak. Rekam medis bia dilakukan dengan berbagi cara, jika sudah ada aplikasi di smartphone yg membantu kita, mengapa harus repot dengan tulisan tangan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gunakan kemudahan, jangan dipersulit. Yes! Tooos!

      Hapus
  7. Wah baru tahu ad museum kanker.. Benar. Aplikasi medictrust sangat membantu sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga baru tau tahun kemarin, Mbak Dian.:)Yup, mulai menggunakan MedicTrust.

      Hapus
  8. Penting banget rekam kesehatan itu. Supaya pengobatan tuntas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setelah sakit, baru terasa pntingnya jurnal kesehatan. Smoga gak ada yg kayak saya. Sadar sejak dini itu pnting. :D

      Hapus
  9. Berpuluh2 tahun tinggal di Surabaya malah belum pernah ke Museum Kankernya #melas.com

    Jurnalnya menarik, nanti mau coba bikin ah :D

    keluargahamsa(dot)com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, yuk bikin jurnal kesehatan, Mbak! Simple pake MedicTrust. Jangan lupa kemuseum kanker buat edukasi ke keluarga. ^_^

      Hapus
  10. MedicTrust bisa jadi solusi untuk mandiri dan cerdas menjadi pasien ya mak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget, Mbak Juliastri. Cerdas dan kekinian. ^_^

      Hapus