Kamis, 25 Februari 2016

Jadikan Jurnal Kesehatan Sebagai Gaya Hidup


Sumber:
https://rekammedis269.wordpress.com/
Data sangat penting dalam setiap aktivitas, baik aktivitas yang berhubungan dengan orang lain (misal transaksi jual beli) ataupun aktivitas yang berkaitan dengan diri sendiri saja. Apakah kamu pernah menulis diary, menceritakan kegiatan sehari-hari dan perasaan dengan sangat gamblang?
Apakah gunanya sebuah diary? Ternyata, diary sangat berguna menjaga memori kita, lho. Kalau kamu pernah menulis diary dari kecil, lalu membacanya saat dewasa, kamu akan tersenyum-senyum bahagia. Kamu akan teringat sosok-sosok masa kecil. Sebelumnya kamu lupa siapa saja nama teman masa kecil, siapa cinta pertamamu (ehem!), siapa saja nama guru sewaktu sekolah, tapi dengan membaca diary, memorimu seperti di-upgrade.
Menyimpan data riwayat kesehatan kita sangat penting. “Buat apa ribet bikin data kesehatan, sih? Hidup itu ikuti arus air saja. Ngapain repot-repot kontrol ini itu. Yang penting kita jaga kesehatan, makan teratur, olahraga teratur. Kalau sehat, ya, sehat. Kalau bakal sakit, ya, sakit.” Ini pikiran saya dulu, beberapa tahun lalu.
Apakah pemikiran saya di atas benar? Oow, ternyata selama ini saya terjebak pemikiran yang keliru. Menjalani hidup memang harus santai. Jangan dibuat ribet. Namun, perkembangan kesehatan kita dari masa ke masa itu akan membantu kita di kemudian hari. Tuhan memang sudah menggariskan kapan kita mati. Kita tidak bisa menolak jika diberi rasa sakit. Tapi, Tuhan juga memberikan akal dan energi bagi manusia untuk senantiasa berikhtiar.
Jurnal kesehatan tidak hanya diperlukan sesaat, misal ketika kita divonis sakit lumayan parah. Jurnal kesehatan sangat mempermudah proses pengobatan. Dokter lebih mudah mendiagnosis penyakit kita tanpa perlu ribet bertanya riwayat kesehatan kita.
Saya punya seorang sahabat yang sejak SMA sudah membuat jurnal kesehatan. Dia menderita sakit jantung sejak kecil. Meskipun dia rutin berobat dan pastinya punya rekam medis sendiri dari pihak rumah sakit (dokter), dia berinisiatif membuat jurnal kesehatan secara mandiri. Jadi, hal-hal yang kita anggap sepele, misal tanggal sekian tensinya naik, tanggal sekian dia kena flu dan minum obat merek X, tanggal sekian dia kena diare dan minum obat herbal Y, semua dia tulis.
Awalnya, saya pikir kebiasaannya menuliskan jurnal kesehatan secara lengkap dari A-Z itu hanyalah buang-buang waktu. Suatu hari saya pernah bertanya ke teman saya itu—sekarang dia sudah berkeluarga dan menjadi guru di salah satu SMAN di Banjarmasin—apa tidak ribet selalu menulis perkembangan kesehatan sesering itu? Bukannya sudah ada dokter yang mencatat rekam medis kita?
“Memang ada rekam medis, tapi aku juga perlu bikin catatan sendiri biar gampang antisipasi saat ada tanda-tanda kumat,” jawabnya.
Wah, saya terperangah! Dia begitu semangat menjalani proses pengobatan. Dan, “mandiri” ini poinnya. Kita tidak bisa mengandalkan dokter saja dalam menjaga kesehatan. “Sebenarnya yang tahu kondisi tubuh kita itu diri kita sendiri. Dokter hanya membantu,” ucapnya.
Ucapannya itu membuat saya berpikir dan berpikir. Satu lagi poin penting: “Yang tahu kondisi tubuh kita itu sebenarnya diri sendiri.” Tubuh manusia diciptakan oleh Tuhan dengan kesempurnaan yang benar-benar sempurna. Robot secanggih apa pun tidak akan bisa menandingi ciptaan Tuhan. Tubuh manusia tidak hanya sempurna fisiknya, tapi juga sempurna sistem kerja metabolisme tubuh. Jadi, sebenarnya manusia bisa “membaca” kondisi tubuh dirinya sendiri apabila memperhatikan gejala-gejala yang terjadi.

Definisi metabolisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Pertukaran zat pada organisme yang meliputi proses fisika dan kimia, pembentukan dan penguraian zat di dalam badan yang memungkinkan berlangsungnya hidup.”

Saya mencoba menganalogikannya dengan ujian sekolah atau ujian semester kuliah. Setiap selesai ujian, kebiasaan saya adalah mengira-ngira berapa nilai raport saya nanti, berapa kira-kira nilai mata kuliah saya. Biasanya, perkiraan saya tidak pernah meleset.
Sewaktu kelas 2 MTsN (setingkat SLTP), nilai raport saya menurun dari yang biasanya rangking 1-2 dari sekolah dasar. Abah marah besar. Saya tidak kaget karena saya bisa menebak reaksinya bakal seperti itu. Bagaimana tidak, waktu itu saya memang lebih banyak main daripada belajar, jadi tidak mengharap lebih akan mendapat rangking 1. Begitu pun setelah duduk di bangku MAN (setingkat SMA), saya bisa menebak berapa nilai yang saya dapat. Usaha saya menaikkan prestasi ketika kelas 3 MAN berbuah hasil. Saya juara umum, sesuai perkiraan dan usaha saya tentunya.
Nah, apa hubungannya dengan kesehatan? Tidak jauh beda dengan nilai raport. Apakah hasilnya memuaskan atau tidak, tentu sesuai dengan usaha kita. Apakah kesehatan kita tertangani dengan baik atau tidak, tergantung usaha kita memperhatikan kesehatan diri sendiri.
Seberapa pentingkah jurnal kesehatan bagi hidup kita? Mari kita bicara sekilas tentang kanker. Kanker adalah penyakit mematikan dan semakin berkembang dari zaman ke zaman. Banyak yang bilang penyakit kanker adalah penyakit orang modern. Namun, menurut sejarah, penyakit ini sudah ada sejak 3.200 tahun lalu. Kesimpulan ini berdasarkan hasil penelitian pada tulang manusia berumur 3.200 tahun yang terdeteksi kanker. Jadi, sebenarnya penyakit kanker sudah ada sejak lama, namun jarang sekali (bahkan hampir tidak pernah) ditemui dalam temuan-temuan arkeologis.
Seiring berkembangnya zaman dan semakin banyaknya penyakit kanker yang bisa mengancam siapa saja, pengobatan kanker pun semakin canggih dan modern. Jika awalnya penyakit ini hampir sulit dicari obatnya, sekarang banyak pengobatan medis (kemoterapi, radiasi, dan lain-lain) maupun herbal. Bahkan, baru-baru ini ada pengobatan dengan menggunakan brain cancer electro capacitive therapy dan breast cancer electro capacitive therapy yang diciptakan oleh Dr. Warsito Taruno.
Apakah dengan semakin berkembangnya pengobatan kanker, lantas kita santai-santai saja tanpa memeriksa kesehatan secara rutin? Tanpa mempelajari kondisi kita dari waktu ke waktu? Tidak bisa begitu. Sebab itulah perlu adanya jurnal kesehatan yang nantinya berhubungan dengan deteksi dini penyakit kanker. Deteksi dini penyakit kanker, baik itu kanker payudara, kanker serviks, kanker otak, kanker paru-paru,dan sebagainya, sangat diperlukan. Selain dengan memulai pola hidup sehat, kita juga mempelajari gejala-gejala pada tubuh kita.
Sumber:
http://jawadarshad221.blogspot.co.id/
Beberapa waktu lalu saya mengunjungi Museum Kanker Indonesia di Surabaya. Di museum itu, terdapat banyak “fosil” sel kanker yang tersimpan di dalam stoples-stoples. Saya penasaran, kok museum ini bisa menyimpan sel-sel kanker? Untuk menghilangkan rasa penasaran, saya bertanya ke pengelola museum. Saya mendapat jawabannya. Sel-sel kanker yang tersimpan dalam stoples itu merupakan sel-sel kanker yang sudah stadium lanjut, yang disimpan dan diawetkan setelah operasi. Ternyata, kebanyakan pasien kanker di Indonesia baru terdeteksi setelah stadium lanjut (di atas stadium 2). Kesadaran deteksi dini di Indonesia sangat rendah. Konon, museum di Surabaya itu satu-satunya museum kanker di dunia. Wah!
Andai saja banyak yang peduli kesehatan, banyak yang secara mandiri deteksi dini, banyak yang rutin membuat jurnal kesehatan, tentu Museum Kanker Indonesia di Surabaya itu tidak akan dibangun, tentu akan banyak yang cepat tertolong lebih cepat. Stop berandai-andai! Kini saatnya kita peduli kepada diri sendiri, menjadi “dokter” bagi diri sendiri, mulai aktif membuat jurnal kesehatan. Tidak hanya deteksi dini terhadap penyakit kanker, juga penyakit-penyakit yang lain. Janganlah mengabaikan gejala-gejala kecil yang kita rasakan. Sudah saatnya menuliskan apa yang kita rasakan dalam sebuah jurnal kesehatan dan menyimpan hasil pemeriksaan. Bukannya malah dijadikan bungkus perabotan. Haha! Jadi teringat foto hasil rontgen yang dijadikan ganjel lemari di rumah. Oow!
Teknologi semakin berkembang. Banyak aktivitas manusia yang dilakukan secara online. Smartphone semacam menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Mau tidak mau, kita memang harus mengikuti perkembangan teknologi dan komunikasi. Banyak aplikasi di smartphone yang bisa mempermudah aktivitas kita. Begitu pun dengan jurnal kesehatan. Jika dulu sahabat saya menulis jurnal kesehatannya di dalam sebuah buku tulis, sekarang ada aplikasi yang lebih mudah menyimpan data dan tidak perlu takut hilang data. Satu lagi, kita tidak perlu lagi ribet membawa jurnal kesehatan ke mana-mana. Kita tidak perlu repot lagi kalau lupa membawa buku jurnal kesehatan. Bayangkan saja ribetnya kalau ke mana-mana mesti membawa berkas check up, hasil lab, dan sebagainya, yang segunung jumlahnya.
Nama aplikasinya adalah MedicTrust. Tinggal cek aplikasinya, maka akan terbaca semua data atau jurnal kesehatan kita. MedicTrust adalah sebuah aplikasi kesehatan untuk mempermudah pasien dan dokter dalam memantau perkembangan kesehatan. Pembuatan aplikasi ini dilatarbelakangi oleh ketidakpratisan membawa rekam medis. Para penggagas MedicTrust, Katerine Tjin dan Grace Tjin, pernah punya pengalaman ribetnya saat sang ayah berobat di Amerika. Semua itu disebabkan rekam medis yang tidak tersimpan baik.
Bagaimanakah cara meng-install aplikasi MedicTrust? Sangat gampang. Silakan download di Google Play atau App Store. Searching saja "MedicTrust", install, lalu masukkan profilmu.
Pengelola aplikasi ini bekerja sama dengan banyak dokter dan rumah sakit. Lalu, bagaimana menyimpan data kesehatan kita? Cukup kita foto dokumennya, lalu upload. Selain itu, kita juga bisa berkonsultasi dengan dokter yang sama-sama memakai aplikasi MedicTrust.
Ini akun saya. Mana akunmu?
MedicTrust terus mengembangkan sayapnya dengan terus memberikan informasi pentingnya jurnal kesehatan. Pihak MedicTrust bekerja sama dengan berbagai rumah sakit dan para dokter. Aplikasi ini tidak akan berjalan tanpa dukungan semua praktisi kesehatan dan yang pasti kita yang menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan primer, bahkan gaya hidup. Mungkin di luar sana masih banyak orang yang takut memeriksakan kesehatannya secara berkala, masih banyak orang yang malas-malasan membuat jurnal kesehatan, masih banyak yang enggan menyimpan rekam medis. Tapi, dengan aplikasi ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pentingnya jurnal kesehatan dan menjadi dokter bagi diri sendiri. Yes, healthy is my lifestyle!
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana MedicTrust, silakan kunjungi dan follow akun Facebook Medictrust, Twitter @MedicTrust, Instagram @medictrust, dan web https://medic-trust.com/. Sebarkan berita bahagia tentang kesehatan ini. Semoga rakyat Indonesia lebih sehat lahir dan batin. Amin.
Salam sehat!

Jogja, 250216

Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Warsito_Taruno

Minggu, 21 Februari 2016

Gagal Move On dari Kelas Inspirasi



Para siswa SDN 1 Pakel Pule, Trenggalek (sumber gambar: relawan dokumentasi SDN 1 Pakel Pule)
Pertama kali tahu tentang Kelas Inspirasi Maret tahun 2015 lalu. Saat itu aku menginap di sebuah hostel di Yogyakarta dan sekamar dengan dua orang gadis dari Jakarta. Sejak tengah malam, mereka sudah sibuk menggunting kertas warna-warni. Aku bertanya, mereka lalu menjawab bahwa sedang ikut Kelas Inspirasi. Mereka menjelaskan sekilas kegiatan Kelas Inspirasi. Semakin penasaran, aku searching perihal Kelas Inspirasi di internet, dan aku jatuh cinta!
Bagiku, mengikuti Kelas Inspirasi Trenggalek menuntaskan “kerinduan terpendam” pada dunia mengajar. Basic pendidikan sarjanaku memang mengajar, tapi sudah lama aku memutuskan bekerja sebagai editor freelance, kemudian full time di sebuah penerbit di Yogyakarta. Sehari-hari aku berkecimpung dengan naskah dan buku anak.
Ini aku. ;) (sumber gambar: relawan dokumentasi SDN 1 Pakel Pule)
Seperti halnya orang yang menuntaskan rindu, menjelang, sedang, dan setelah kegiatan Kelas Inspirasi, perasaanku senang tak terkira. Bahkan, sampai seminggu setelahnya aku gagal move on. Selalu terkenang pengalaman bercengkerama dengan anak-anak, menyampaikan materi profesi dengan menyenangkan, serta keakraban dengan para fasilitator dan relawan Kelas Inspirasi Trenggalek.

Sebagian relawan pengajar dan fasilitator SDN 1 Pakel Pule (sumber gambar: relawan dokumentasi SDN 1 Pakel Pule)
Mengapa aku memilih Trenggalek, bukan kota lain? Sebenarnya aku ingin memilih Yogyakarta, tapi sewaktu mendaftar, jadwal Kelas Inspirasi Yogyakarta belum update di website. Alasan lainnya, tahun 2014 aku pernah berkunjung ke Trenggalek dan aku belum puas menikmati alam Trenggalek. Aku terhipnotis oleh Trenggalek yang merupakan sebuah kabupaten kawasan pegunungan. Ke mana mata memandang, pasti akan disuguhi pemandangan pegunungan.
Alam pegunungan. Segeeer. ^_^ (sumber gambar: relawan pengajar SDN 1 Pakel Pule)
Terus terang, aku sangat grogi menjelang Kelas Inspirasi. “Bagaimana nanti di depan para siswa, ya?”; “Aku harus ngomong apa?”; “Kira-kira mereka bakal mudheng nggak sih dengan pengajaranku?”, dan pertanyaan lainnya bergumulan sepanjang waktu. Saking bingung dan groginya, materi ajar baru benar-benar siap saat tengah malam tanggal 23 Januari 2016, saat teman-teman fasilitator dan relawan sudah tertidur lelap. Itu pun setelah diskusi dengan seorang sahabat dan mendapat masukan teman-teman relawan.
Base camp kami di sebuah rumah warga. Pemiliknya namanya Pak Ateng. Beliau sekeluarga baik sekali. Terima kasih. ^_^ (sumber gambar: dokpri)
Satu hal yang aku khawatirkan adalah kondisiku yang tidak bisa bicara bahasa Jawa. Aku asli orang Banjarmasin. Ternyata kekhawatiran itu sirna sebab para siswa sangat lancar berbahasa Indonesia. Meskipun mereka tinggal di desa, bahasa Indonesia bukanlah hal asing dalam percakapan mereka sehari-hari (Pengalaman dulu waktu KKN menghadapi anak-anak yang tidak lancar bahasa Indonesia). Tentang lokasi sekolah, ini yang juga tidak bakal dilupa. Menuju SDN 1 Pakel Pule melewati “jalanan ular”. Menanjak, menurun, menukik, benar-benar uji adrenalin. Tapi, pemandangannya amazing banget!
Apa, sih, yang membahagiakanku selama ikut Kelas Inspirasi? Pertama, fasilitator dan relawan sangat kompak. Kedua, para siswa SDN 1 Pakel Pule sangat antusias saat kegiatan mengajar berlangsung. Wajah mereka begitu semringah dan bersemangat. Proses mengajar yang memang dibuat sesantai mungkin membuat suasana kelas riuh dan menyenangkan. Siswa SDN 1 Pakel Pule berjumlah 77 orang. Karena jumlah siswa tidak terlalu banyak, khusus Kelas Inspirasi, kelas dibagi menjadi tiga kelas. Siswa kelas 1 digabung dengan siswa kelas 2, siswa kelas 3 dengan siswa kelas 4, dan siswa kelas 5 dengan siswa kelas 6.
Senam pagi sambil bernyanyi. (sumber gambar: relawan dokumentasi SDN 1 Pakel Pule)
Kegiatan diawali dengan apel pagi. Ada sambutan kepala sekolah, sambutan salah satu relawan, senam pagi ala Kak Taukhid (salah satu relawan pengajar yang berprofesi sebagai perawat), dan foto bersama. Senam ini pun dijadikan sebagian relawan sebagai pengisi ice breaking supaya anak-anak tidak jenuh. Tidak hanya itu, menyanyi dan berbagai game juga bisa menghidupkan suasana kelas.
Menyampaikan materi profesi kepada para siswa gampang-gampang susah. Semua tergantung cara mengajar para relawan. Materi ajar harus disampaikan secara gamblang dan jangan terlalu banyak teori. Saat jeda mau masuk mengajar ke kelas 1 dan 2, terpikir lagi apa yang harus aku sampaikan tentang profesi editor? Relawan lain juga rupanya berpikiran sama, terutama yang profesinya asing terdengar, misalnya drafter. Tapi, Tuhan menciptakan akal untuk berpikir, hati untuk bersikap tenang. Proses mengajar di kelas 1 dan 2 berjalan lancar.
Senyum siswi kelas 1 dan 2. Momen setelah nyanyi bersama, belajar bersama. ^_^ (sumber gambar: dokpri)
Ada satu orang siswa di kelas 2 yang menarik perhatianku. Postur badannya lebih tinggi dari siswa lainnya. Siswa berusia 13 tahun itu anak berkebutuhan khusus (ABK). Saat relawan lain mengajar, dia hanya diam tanpa ekspresi. Aku berpikir keras bagaimana cara membuatnya paling tidak tersenyum. Saat mendongeng di dalam kelas (pertama kalinya aku mendongeng di depan puluhan anak, biasanya di depan dua keponakan saja), aku melihat senyumnya yang manis dan merekah. Dia menikmati dongengku itu saja sudah cukup membahagiakanku. Setelah mengajar, aku bicara dengannya meski dia diam tanpa respon.
Mejeng dulu di pohon cita-citaku. Berasa muda kalau gabung sama anak kelas 6. Lah, emang masih muda. ^_^ (sumber gambar: dokpri)
Kehangatan para siswa, keramahan para guru SDN 1 Pakel Pule, serta keakraban para fasilitator dan relawan, membuatku gagal move on dari Kelas Inspirasi. Mudah-mudahan aku bisa ikut Kelas Inspirasi berikutnya. Berbagi kepada sesama itu sebuah keharusan. Berbagi keceriaan itu menyenangkan. Kelas Inspirasi bukanlah menginspirasi para siswa  saja, tapi juga menginspirasi para relawan dan fasilitator untuk hidup lebih jujur dan lebih baik. Salam Kelas Inspirasi!

Jogja, 13 Februari 2016

Jumat, 19 Februari 2016

Lebih Dekat Mengenal Ika Koentjoro



Semenjak mengenal dunia blogging, saya jadi punya banyak teman dari mana pun dan berstatus apa pun. Dari gadis seperti saya (uhuk!), emak-emak alias ibu-ibu, bapak-bapak, brondong (dijewer), dan sebagainya. Tapi, setiap berbaur dengan para blogger, semua tidak memandang statusnya. Apakah sudah menikah atau tidak, apakah karyawan atau tidak, semuanya berbaur dengan akrab. Mau selfie bareng pun asyik-asyik saja.
Karena sekarang saya tinggal di Jogja, saya juga bergaul dengan beberapa blogger dari Jogja. Beberapa kali kami kopdar, entah cuma buat ngumpul-ngumpul atau di sebuah acara blogger. Rasanya menyenangkan kalau sudah ngumpul-ngumpul sembari sharing ilmu pastinya. Semua rame ngobrol macam-macam, dari topik A sampai Z. Tidak lupa, narsis selfie bareng jadi hal yang wajib dan menghebohkan.
Saya sangat suka membaca blog teman-teman blogger, baik itu tulisan tentang keseharian mereka, parenting, travelling, kuliner, dan lain-lain. Salah satu blogger dari Jogja yang membuat saya terkesima adalah Ika Koentjoro atau bisa dipanggil Mak Ika. Membaca blognya seperti sedang bertamu dan disuguhi macam-macam camilan enak. Apalagi ketika membaca tulisan Mak Ika tentang resep makanan, wah ini menggoda sekali. Saya jadi tergoda mau mempraktikkannya langsung.

Salah satu resep makanan di blog Mak Ika yang wajib saya coba adalah cireng. Saya penyuka cireng, tapi tidak pernah membuatnya sendiri. Camilan dari Bandung ini memang primadona banget. Nah, yang bikin memikat dari tulisan Mak Ika adalah gambar-gambarnya yang mengundang selera. Sepertinya saya perlu belajar teknik food photography  ke Mak Ika Koentjoro. ^_^
Tulisan-tulisan Mak Ika sangat membantu saya juga, lho, terutama buat mencari informasi seputar kuliner dan tempat nongkrong asyik di Jogja. Saya baru tahu ada Djendelo Café, sebuah kafe yang terletak di lantai atas sebuah toko buku dan harga menu di sana murah sekelas kantong mahasiswa. Saya juga baru tahu ada event Pasar Kangen setiap tahunnya di Jogja. Wah, saya perlu update berita event-event keren di Jogja. Kemarin saya juga membaca tulisan Mak Ika tentang nyeri punggung. Bekerja di depan komputer dari pagi sampai sore membuat saya sering merasakan nyeri punggung. Tulisan Mak Ika itu lumayan membantu. 
Beberapa tulisannya juga membahas tentang kota Purworejo, kota kecil yang pernah saya kunjungi. Rupanya perempuan yang khas dengan lesung pipit dan senyum manis ini pernah bolak-balik Purworejo-Jogja-Purworejo sebab urusan kerjaan. Memang, sih, Jogja-Purworejo sangatlah dekat. Naik kereta api Prameks cuma 1 jam lebih dan kalau naik mobil sekitar 2 jam (kata teman). Tapi, perjalanan itu pun terasa melelahkan pastinya. Apalah arti lelah jika kita mampu menuliskan aktivitas lewat blog? Yup, Mak Ika bisa merangkum kisah kesehariannya sehingga orang-orang bisa terinspirasi. Menulis itu sangat mudah ternyata. Tulislah dari hal yang ringan, hal yang kita alami, pasti menulis itu sangat menyenangkan.
Awalnya, saya pikir menulis tentang Mak Ika cukup dengan membaca beberapa tulisan di blognya, oow ternyata itu saja tidak cukup. Jemari saya belum memulai menulis di word, mata saya tak bisa berhenti membaca satu demi satu tulisan Mak Ika, dari tulisan di tahun 2016 hingga tulisan tahun 2011. Wow, cukup lama juga Mak Ika berkecimpung di dunia blogging. Penasaran dengan blog Mak Ika? Gampang, langsung saja meluncur ke ikakoentjoro.com, ya. ^_^
Salah satu foto karya Mak Ika. Keren!
Mak Ika beberapa kali jalan-jalan ke luar negeri gratis. Ihiks, bagian ini yang paling bikin ngiri. Kapan bisa jalan-jalan gratis, ya? (Hadeeeh, pencinta gretongan saya mah). Jalan-jalan gratis itu bukan karena menang lomba blog, melainkan karena Mak Ika dapat bonus dari sebuah perusahaan, rekan kerjanya. Eh, Mak Ika ternyata seorang mompreneur, lho. Usahanya di bidang distribusi makanan. Tidak hanya pintar menulis, Mak Ika juga pandai berbisnis. Semakin banyak membaca tulisan di blog Mak Ika, semakin banyak hal yang membuat saya terinspirasi. Suatu hari, saya juga pengin berbisnis. Yes, ini mimpi yang mesti diwujudkan.
Semoga akan ada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Menjalin silaturahmi dan membuka pertemanan baru itu sangatlah bagus. Membaca kisah-kisah yang penuh inspirasi itu suatu keharusan. Aih, kapan bisa belajar food photograpy, Mak? Haha, ini pertanyaan pamungkas. Salam. :D

Jogja, 190216


Rabu, 17 Februari 2016

Lestarikan Tradisi dan Budaya saat Gerhana Matahari Total


Tuhan, alam, dan manusia adalah satu kesatuan yang tak pernah bisa lepas. Apa yang terjadi di alam pasti Tuhan turut serta di dalamnya, pasti manusia juga termasuk pelakonnya. Berbicara tentang gerhana matahari ataupun gerhana bulan, tentu tak lepas dari tradisi, budaya, dan mitos. Siapakah yang menciptakan mitos? Apa kaitannya dengan tradisi dan budaya? Apakah pantas ciptaan Tuhan, khususnya gerhana, dimitoskan?
Mitos sudah menjadi warna dalam hidup manusia. Selogis apa pun pikiran dan prinsip Anda, mitos akan terus mengiringi perjalanan hidup. Hidup itu imajinasi. Imajinasi itu mitos. Mitos itu kembali ke alam. Alam ciptaan Tuhan. Kenapa daun putri malu mengatupkan daunnya ketika disentuh? Dari namanya saja sudah jelas berawal dari mitos. Ini mungkin analisa saya yang bodoh. Tapi, begitulah kenyataannya. Wong sejak kita masih berbentuk janin saja, kita telah hidup dengan mitos karena ibu yang ngidam minta ini itu.
Ada yang tahu suku Dayak? Kelewatan banget jika tidak tahu. Sebagai orang suku Banjar (Banjar di Kalimantan Selatan, ya, bukan Banjar di Bali), bagi saya suku Dayak adalah keluarga. Banjar dan Dayak bersaudara tidak hanya karena satu tempat tinggal di Pulau Kalimantan, melainkan ada budaya dan sejarah yang mengikatnya secara emosional.
Suku Dayak dikenal sebagai suku yang setia pada alam. Saking setianya, sebelum modernisasi memasuki kawasan mereka di pedalaman, mereka enggan menerima pembaruan budaya dari luar. Saking setianya lagi, mereka enggan meninggalkan hutan dan pegunungan, tempat tinggal mereka hidup. Meskipun sudah banyak orang Dayak yang hidup di kota dan berpendidikan tinggi, mereka tidak pernah melupakan muasal sebagai orang Dayak yang mencintai alam.
Orang Banjar biasa menyebut suku Dayak dengan “orang bukit”. Suku Dayak atau “orang bukit” ini seperti pahlawan yang sakti bagi orang Banjar. Ketika hutan-hutan mulai gundul, lahan tambang mulai dibuka, selalu ada orang Banjar yang berkata, “Tunggu saja orang bukit nanti turun.” Menurut cerita orang tua dan menurut sejarah, suku Dayak sangat berperan penting dalam melawan penjajah. Pahlawan Banjar dan Dayak sama-sama berjuang menumpas penjajah. Inilah mengapa Banjar dan Dayak itu satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Sumber: victorkelonco21.blogspot.co.id
Kepercayaan dan cerita tentang gerhana di kalangan suku Dayak sangat banyak. Ada satu cerita yang sedikit mirip dengan cerita rakyat di Bali. Gerhana bulan dan gerhana matahari terjadi karena bulan/matahari ditelan oleh makhluk gaib bernama Ruhu. Saat terjadi gerhana bulan atau gerhana matahari, suku Dayak biasanya memukul lesung dengan alu. Memukulnya tidak asal pukul, melainkan dengan irama. Beberapa juga ada yang menyanyikan syair-syair kisah kepahlawanan atau yang disebut mansana.
Suku Dayak juga percaya gerhana bulan dan matahari adalah berkah bagi kehidupan. Seperti halnya manusia, menurut suku Dayak, pohon juga mempunyai ruh (dalam bahasa Dayak, ruh disebut gana). Jadi, saat terjadi gerhana, masyarakat Dayak memukul-mukul pohon yang tidak berbuah agar si gana bangun dan berharap pohon pun berbuah. Tidak ada yang salah dengan tradisi jika kita bisa mengambil intisari hikmahnya. Tradisi memukul pohon ini sebagai simbol bahwa tidak ada yang tidak berguna dalam hidup ini. Pohon yang enggan berbuah pasti berbuah pada waktunya.
Suku Dayak terkenal dengan minyak-minyak yang berkhasiat dan senjata-senjata yang sakti. Bagi mereka, minyak-minyak dan senjata-senjata (salah satunya mandau) itu adalah harta pusaka yang harus dirawat dan jika ada keperluan mendesak saja baru digunakan. Mereka percaya waktu yang tepat untuk mengeluarkan dan “membersihkan” minyak dan senjata itu saat terjadi gerhana bulan dan matahari. Menurut suku Dayak, minyak-minyak itu akan bertambah khasiatnya jika diletakkan di bawah sinar gerhana bulan/matahari. Tradisi “menjemur” benda-benda pusaka itu biasanya juga disertai pembakaran dupa.
Gerhana bulan dan matahari adalah momentum bagi orang Dayak untuk mengajarkan anak-anak tangguh dan kuat. Ada tradisi yang sangat unik saat terjadi gerhana. Anak-anak disuruh mencari utin tingen atau duri alang-alang. Menurut suku Dayak, memakan duri alang-alang yang sangat kecil itu akan membuat anak-anak lebih cerdas. Ada nilai yang sangat mendidik di dalam tradisi ini. Anak-anak disuruh mencari benda sekecil duri itu tidak lain untuk melatih anak-anak agar ulet dan tidak gampang menyerah. Memakan duri bisa melatih anak kuat mental dan terbiasa melawan rasa sakit. Gerhana bulan dan gerhana matahari memang hanyalah fenomena alam, tapi dengan tradisi ini, diharapkan anak-anak tidak hanya hidup berpangku tangan, melainkan terus hidup menjadi yang lebih baik.
Tentu masih banyak lagi tradisi-tradisi yang berkaitan dengan gerhana di daerah lain di Indonesia. Tradisi-tradisi itu harus tetap dilestarikan agar jangan sampai punah. Apalagi Gerhana Matahari Total (GMT) yang akan terjadi pada tanggal 9 Maret 2016 nanti adalah Gerhana Matahari Total setelah tahun 1995.  
Menyaksikan Gerhana Matahari Total tahun ini adalah impian saya. Sebenarnya saya berharap bisa pulang kampung tepat saat gerhana matahari nanti. Di beberapa daerah di Kalimantan juga diadakan pesta budaya, seperti di Amuntai, Paringin, Tanjung (Kalsel), Palangkaraya (Kalteng), Balikpapan (Kaltim), dan kota lainnya. Tapi, pulang kampung perlu dana yang tidak sedikit. Hiks! Mudah-mudahan lewat tulisan di blog ini, saya bisa menjadi Laskar Gerhana dan menyaksikan Gerhana Matahari Total tahun ini.
Saya jadi teringat “ketakutan-ketakutan” yang ditularkan oleh orang tua pada waktu kecil dulu. Kata orang tua, kita tidak boleh keluar rumah ketika terjadi gerhana. Nanti mata bisa buta, katanya. Dulu saya tidak menolak perintah itu. Jadi, selama gerhana matahari (dulu waktu SD tahun 1995), saya dan saudara-saudara cuma melaksanakan shalat gerhana di rumah. Katanya lagi, berdoalah yang banyak agar tidak ada bencana.
Beranjak dewasa, saya banyak mendapat informasi tentang gerhana matahari dan bulan. Ternyata gerhana tidak semenyeramkan itu. Oke, berdoa kapan pun dan di mana pun memang harus dilakukan. Shalat gerhana juga disunahkan bagi yang beragama Islam. Namun, gerhana adalah fenomena alam yang harus dinikmati sama seperti menikmati turunnya salju di luar negeri. Bagaimana caranya? Kunjungilah daerah-daerah yang dilewati Gerhana Matahari Total di Indonesia, seperti Palembang, Lubuk Linggau, Toboali, Koba, Manggar, Belitung, Bangka, Tanjung Pandan, Palangkaraya, Balikpapan, Sampit, Palu, Poso, Ternate, Tidore, Sofifi, Jailolo, Kao, dan Maba.
Sumber: di sini
Daerah-daerah di Indonesia yang dilewati GMT itu diperkirakan akan dipenuhi wisatawan lokal maupun mancanegara. Masing-masing Dinas Pariwisata telah menyiapkan acara budaya sejak jauh-jauh hari. Salah satu kota yang mengadakan pesta budaya dalam rangka menyambut Gerhana Matahari Total adalah Belitung. Tidak tanggung-tanggung, Pemkab Belitung mengadakan Festival Gerhana selama tiga hari berturut-turut (7-9 Maret 2016), dilanjut kegiatan lainnya hingga bulan April 2016. Wow banget! Festival ini akan disemarakkan berbagai pertunjukan kebudayaan. Lokasi utama pengamatan GTM adalah Pantai Tanjung Layang. Tidak hanya pertunjukan budaya saja, wisatawan juga akan dimanjakan dengan kegiatan touring sepeda menjelajah tempat-tempat wisata “negeri laskar pelangi” itu.
Daerah-daerah lain pun tidak ketinggalan mengadakan acara budaya bertepatan dengan terjadinya Gerhana Matahari Total. Yuk, berwisata menikmati fenomena alam sembari turut menghidupkan terus budaya Nusantara. GMT bukanlah hal yang ditakutkan jika kita tahu cara menikmatinya. Jangan lupa harus mempersiapkan kacamata khusus untuk melindungi mata. Saat sebelum dan sesudah matahari tertutup bulan, paparan matahari sangat tinggi dan bisa merusak mata. Kacamata khusus itu memiliki Neutral Density 5 yang berguna meredam cahaya matahari.
Keren, bukan? Tidak hanya keren, tapi juga bernilai positif. Dengan semarak GMT, kita bangkitkan budaya dan pariwisata Indonesia. Ingat, Gerhana Matahari Total ini sangat langka dan akan terjadi lagi pada tahun 2023 nanti. Tidak perlu pikir panjang, tentukan destinasi wisata Anda sekarang.

Jogja, 170216
Sumber referensi:

http://news.detik.com/berita/3143494/pemkab-belitung-bersiap-diserbu-7000-turis-gerhana
http://travel.detik.com/read/2016/02/10/075000/3138148/1048/tips-menonton-gerhana-matahari-total-bareng-keluarga
 
Laskar Gerhana detikcom