Selasa, 26 Januari 2016

Aroma Mistis



Mak, ketika hujan, aku terpasung kenangan tak bertuan
Wajahmu, senyummu, dan langkah kaki jelang Subuh
Duh, adakah yang lebih gaduh dari rindu yang buncah?
Aroma tanah rantau tentu tak semistis aroma ketiakmu
Tempat ‘ku berteduh dari keriuhan jalanan
Tempat ‘ku belajar detak jantung tanpa kepalsuan

Mak, ketika hujan, siapakah yang terisak dalam diam?
Gigil memintal doa, khusyuk memeluk semesta
Sedang rinduku kian kebasahan
Air mata dan peluh lelahku begitu hilang rupa
Aku bernyanyi lagu kepulangan, tapi aku lupa cara berdansa
Jika aku petapa, doamulah serupa hujan

Mak, ketika hujan, aku mabuk menghitung kenakalan
Isi kepala penuh bualan dan dosa
Sementara angin mengetuk kaca jendela
Ia sampaikan larik-larik yang kubuang
Dulu kaupungut diam-diam, kausimpan dalam kotak kayu
“Yang terbuang jadilah mantra rindu,” ucapmu

Jogja, 190116

8 komentar: