Rabu, 29 Juli 2015

Pasar Terapung, Wisata Eksotis Kalimantan Selatan




Di Kalimantan Selatan, ada dua pasar terapung yang sering dikunjungi wisatawan lokal maupun asing, yaitu Pasar Terapung Lok Baintan yang terletak di Sungai Tabuk, Martapura, dan Pasar Terapung Muara Kuin (Sungai Barito). Mengunjungi Pasar Terapung Muara Kuin haruslah pagi banget atau setelah salat Subuh. Di atas jam enam pagi, pasar itu sudah sepi pedagang. Berbeda dengan Pasar Terapung Lok Baintan yang bisa dikunjungi di atas jam enam pagi. Meski kawasannya lebih kecil, Pasar Terapung Lok Baintan tetap menarik untuk dikunjungi.



"Mengejar matahari", mengutip lirik lagu...

Setelah salat Subuh, aku, abang, dan keluarga dari Jakarta, berangkat dari Landasan Ulin ke tempat bersandarnya kelotok, tepatnya di warung Soto Bang Amat (di bawah jembatan Benua Anyar). Warung yang sering kami kunjungi itu belum buka. Namun, banyak wisatawan yang menyewa kelotok. Tujuan mereka juga ke pasar terapung. Sewa kelotok pulang-pergi Rp. 350.000. Kelotok itu bisa memuat dua puluh orang lebih dan bisa menyusuri Sungai Martapura hingga ke depan Masjid Sabilal Muhtadin, masjid kebanggaan masyarakat Kalsel.

Limau madang.
Transaksi antarpedagang.




Ada yang jualan pakaian.

Pasar terapung adalah pasar yang transaksi jual belinya dilakukan di atas jukung dan kelotok. Para pedagang di pasar terapung menggunakan jukung atau perahu dayung. Para pembeli melakukan transaksi dari atas kelotok atau perahu bermesin.
 
Tidak afdol kalau tidak narsis.

Acil (adik sepupu Mamak) dengan kedua anaknya. Mereka tinggal di Cikarang, Jakarta.

Barang yang dijual cukup beragam, dari berbagai buah, sayuran, ikan, ayam, berbagai jenis wadai atau kue seperti untuk, pais pisang, pais waluh, cincin, nasi kuning, pundut nasi, laksa, lapat/buras/lepat, dan sebagainya. Bahkan, ada yang jualan pakaian, lho! Sayangnya, tidak seperti Pasar Terapung Muara Kuin, tidak ada yang jualan soto banjar di pasar ini. Mungkin karena di bawah jembatan Benua Anyar sudah banyak warung yang menjual soto banjar.




Yang paling banyak dijual adalah adalah limau madang. Tak jauh dari lokasi pasar ini, ada perkebunan limau madang. Sebagai pencinta buah, aku memborong limau madang 3 wadah seharga lima puluh ribu. Tak lupa aku membeli keladi atau talas buat dibikin gangan keladi. Harganya sepuluh ribu saja. Jika musim buah atau musim penghujan, dijamin buah yang dijual beragam, dari rambutan, durian, tiwadak atau cempedak, dan masih banyak lagiii....

 
Patah, laksa, dan pundut nasi. Sttt..., ini sarapanku yang terdokumentasikan saja. Yang lain, keburu nyungsep di perut. :D


Keladi (talas) dan limau sambel.

Meski orang Banjar asli, aku sangat jarang berkunjung ke pasar terapung. Kayaknya bakal ketagihan. Pasar terapung, tempat yang wajib dikunjungi saat liburan mudik akan datang. Huwaaa.... Jadi kangen kampung.


Jogja, 290715



Kamis, 02 Juli 2015

Bertanya, Mendengar, dan Berkomunikasi



Keponakanku bercerita tentang aktivitasnya di sekolah TK.
"Mama Acil, si Fulan nakal, deh." Fuza mulai bercerita.
"Nakal kenapa?" tanyaku santai.
"Masa dia mukul Dede." Fuza menyebut adiknya, Safa. Mereka berdua bersekolah di TK yang sama.
"Kok bisa dia mukul Dede? Memang kenapa? Udah sering?"
"Iya, berapa kali, ya.... Lupa," jawab Fuza.
Berceritalah Fuza dari A sampai Z. Andai aku orang yang cuma memakai satu telinga, mungkin saat itu juga emosiku mendidih. Oi, ini keponakanku kamu apain? Kira-kira begitu, ya,dramanya. Hohoho....

Aku tahu Safa seorang anak yang pembosan dan kadang suka mengganggu kesibukan orang. Biasalah, kerewelan anak kecil. Aku bertanya ke adikku yang sehari-hari mengantar mereka ke sekolah. Jawabannya, Safa memang sering dipukul si Fulan karena Safa suka ganggu. Terus terang aku tidak puas dengan jawaban adikku. Standar "mengganggu" menurut adikku itu rendah. Aku tahu, kadang dia sangat tidak adil dalam menyikapi kenakalan Fuza dan Safa. Cara dia menyikapi kerewelan Safa dengan Fuza berbeda. Apa pun bentuk kerewelan Safa, selalu saja dimarahinya. Jika Fuza yang "banyak tingkah", selalu dia bisa menoleransi. Entah sudah berapa kali adik bungsuku itu aku kasih tahu, bahkan aku omelin. Tidak bisa kita bersikap begitu kepada anak-anak.

Akhirnya, aku bertanya ke Safa langsung.
"Si Fulan sering mukul Dede?"
"Iya."
"Kapan?"
"Kemarin."
"Udah sering?"
"Nggak ngehitung."
"Kenapa jadi dipukul? Dede sering ganggu?"
"Nggak. Tiba-tiba aja dia mukul. Kadang nyubit juga."
"Dikasih tahu nggak ibu gurunya?"
"Sudah. Sering dimarahin ibu guru."

Dua sumber dengan info yang berbeda. Aku perlu sumber lagi. Mau tidak mau aku telepon ibu gurunya. Dapatlah jawaban yang pasti. Safa benar-benar tidak pernah mengganggu. Si Fulan yang memang agak sulit ditegur dan usil. Lagi-lagi, biasalah kerewelan anak kecil....

Begitulah.... Kita perlu banyak mendengar dan bertanya. Kita perlu banyak menelaah dari berbagai sumber, baru menyimpulkan sesuatu. Bila emosi tersulut, api bakal sulit dipadamkan, saudara! Bila kau bukan orang yang terlibat langsung pada permasalahan itu, bersikaplah dengan bijak. Mendengar, bertanya, dan berkomunikasi adalah satu paket.


Jogja, 010715

Sumber gambar: http://assets-a2.kompasiana.com/statics/crawl/555fa96b0423bda4128b4567.jpeg?t=o&v=760