Senin, 29 Juni 2015

Gadis Kecil Berkalung Bintang


 
"Bulan itu bentuknya seperti apa, Bu?" tanya gadis kecil berkalung bintang. Bukan gadis kecil berkaleng kecil*, Kawan.

"Bisakah kamu lihat bulan di atas sana, Nak?" Si ibu balik bertanya. Angin malam menggigit tulang. Atap jembatan serasa hampir menjamah tubuh ringkihnya.

"Aku bisa melihatnya, Bu, tapi samar-samar. Bahkan, bintang di leherku ini tak bisa membantuku," jawabnya.

Si ibu terbatuk-batuk. Tak seperti siang tadi, darah sudah tak lagi keluar dari mulutnya. Mengering. Gadis kecil melepaskan kalung di lehernya, lalu melemparkannya ke tengah kali.

"Lebih baik kita tidur saja, Bu. Mungkin dalam mimpi nanti, bulan akan datang dengan sayap peri."

Si ibu berhenti batuk. Selamanya. Kalung bintang itu dimakan ikan kecil di kali. Ikan bersayap datang di mimpi gadis kecil yang lelap kelaparan tanpa kalung bintang.

Jogja, 300615
*larik puisi "Gadis Peminta-minta" karya Toto Sudarto Bachtiar

Sumber gambar: http://www.gambargratis.com/gambar-gratis/gambar-ilustrasi-bulan-dan-bintang.html

Sabtu, 27 Juni 2015

Sunyi untuk Chairil

Ketika puisi adalah jasad
Maka rohnya adalah sunyi
Bicara tentang sunyi tak ada habis-habisnya
Mulut membisu di tengah ramai
Adalah sunyi yang paling tapa
Orang gila meracau di tengah pasar
Adalah sunyi yang paling jujur
Bocah pengamen memetik gitar
Adalah sunyi yang paling merdeka
Rakyat pecahkan kepala koruptor
Adalah sunyi yang paling amuk

Ketika puisi diremuk-remuk
Apa jadinya belulalang di antara Krawang-Bekasi?
Chairil, bertemukah kau dengan roh-roh pahlawan di sana?
Apa kauajak mereka berdeklamasi tentang binatang jalang?
Chairil, sunyi adalah roh-roh gentayangan
Di jalanan kota, di bangkai sawah, di makam sejarah, di kolong jembatan

Ketika puisi adalah jasad tanpa makam
Maka rohnya adalah jiwa-jiwa yang masih susuri jalan panjang
Chairil, seribu tahun tinggallah angin debu

Jogja, 270615