Rabu, 25 Februari 2015

Bentuk Bumi



"IBU tahu, tidak, bentuk bumi apa?" tanya bocah tujuh tahun itu. Di depannya terhampar berlembar-lembar koran lama, pemberian nenek penjual gorengan.
        "Bumi kita bentuknya bulat, Nak." Sang ibu menjawab dengan cepat. Pertanyaan sesimpel itu tak mungkin tidak bisa dijawabnya. Orang gila juga tahu, pikirnya.
        "Bukan, Ibu. Bumi kita tidak bulat, tapi kotak."
        "Jangan asal kau, Nak!" sembur ibunya sebal. "Sejak kapan bumi kita bentuknya kotak? Bumi kita bulat!" lanjutnya yang merasa kesal jawabannya dianggap tidak akurat oleh anaknya.
        "Rumah kardus kita bentuknya kotak. Kota ini asing seperti sudut-sudut di kotak," ucap si anak sembari memandang koran nan kotak, nasi kotak nan basi, dan wajah sang ibu yang tak lagi oval tapi kotak.
 
Bjm, 200215

Sumber gambar: Google

#FFRabu - Anak Kucing



Kampung mati. Tanah kerontang dan rumah-rumah kosong. Semua penduduk mengungsi ke kota karena alam tak bisa lagi dimanfaatkan.
        Aku menelusuri jalanan, berharap ada tumbuhan atau apa pun yang bisa dimakan. Hingga di sebuah gubuk, terdengar rintihan. Kubuka pintu lapuknya. Di atas lantai tanah, anak-anak kucing menggeliat.
        "Satu, dua, tiga... delapan ekor!" pekikku. Bahagia, takjub, dan heran campur aduk.
        "Kau heran tidak ada induknya?" tanya seorang kakek dari belakangku. "Induk-induk kucing ikut majikan mereka ke kota," lanjutnya.
        Kakek tua itu bakal mengurangi jatahku. Aku kira sudah tak ada orang.
        "Kau lapar, bukan? Aku empat. Kau empat...," ucapnya sembari mengangkat anak-anak kucing.

Bjm, 250215

sumber gambar: Google.

Selasa, 17 Februari 2015

#FFRabu - Tanah Merah



JEMBATAN roboh. Tangis duka dan jerit kesakitan membelah langit. Darah menggenangi tanah. Kali berwarna merah.
"Satu pun tidak ada yang menolong kita,” ucap seorang ibu.
"Kita mesti menemui Pak Presiden," sahut sang suami. Dipeluknya jasad anak semata wayangnya yang penuh luka dan membeku.
"Mana mungkin dia peduli. Kita terasing di tanah sendiri."
"Lantas, bagaimana nasib anak kita dan jasad lainnya??? Mau dikubur di mana?"
Hujan turun deras, merah dan amis. Air mata mereka menyatu dengan hujan. Air kali meluap hingga ke jalan raya. Kota dilanda banjir besar. Banjir darah, banjir air mata, banjir merah. Mayat-mayat mengapung hingga ke halaman istana.

Bjm, 180215

Senin, 16 Februari 2015

Baayun Maulud



PAGI 21 Januari 2015, Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru tampak ramai. Alunan selawat Nabi berkumandang. Tampak piduduk yang berisi buah kelapa, beras, gula merah, garam, serai, dan lain-lain, berjejer di sisi kanan  panggung utama. Piduduk adalah semacam syarat atau perlengkapan upacara baayun. Di samping kiri kanan panggung utama tempat grup Habsyi dan tamu undangan duduk itu, terdapat tenda dengan gelantungan ayunan dari tapih bahalai atau sarung batik. Masing-masing ayunan dihiasi kain warna-warni, anyaman dari daun kelapa, serta plastik berisi kue cucur, kue cincin, dan pisang mahuli (pisang emas). Terkadang terdengar tangis dan tawa bocah-bocah yang sedang berayun. Usia mereka dari belasan hari hingga usia SD. Peserta baayun kali ini dari berbagai kabupaten di Kalimantan Selatan, bahkan ada yang dari Balikpapan, Kalimantan Timur.
        

Piduduk di depan grup Habsyi
         Berdasarkan sejarahnya, tradisi Baayun Maulud ini awalnya bernama Baayun Anak. Tujuannya sebagai ritual tolak bala dan proses simbolis awal hidup si anak. Karena Suku Banjar kebanyakannya memeluk agama Islam, tradisi itu pun dikemas dengan apik. Jadi, adat istiadat dan budaya dari nenek moyang tetaplah hidup dengan tetap berlandaskan nilai-nilai keislaman. Ini dapat dilihat dari penyelenggaraannya pada bulan Maulud (Rabiul Awal) atau saat peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Baayun Maulud massal ini menjadi agenda tahunan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan ataupun dinas masing-masing kabupaten.
       Sekian lama hidup sebagai orang banua (banua sebutan orang Banjar untuk tanah kelahiran), baru kali ini aku menyaksikan langsung perayaan Baayun Maulud. Aku memang sering mendengarnya, tapi yang kutahu hanya diadakan di kabupaten lain yang jaraknya jauh dengan rumahku di Banjarmasin dan Banjarbaru (maklum, aku punya banyak rumah---rumah ortu dan kakak, hahaha), yaitu di Kabupaten Tapin (sekitar tiga jam dari rumah). Aku benar-benar tidak tahu dan buta kalau Baayun Maulud juga diadakan di masing-masing kabupaten dan di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru. Aih, sangat kudet (kurang update) diriku ini!



       Selesai pembacaan selawat dan ayat suci Alquran, sambutan-sambutan, serta ceramah agama dari Tuan Guru (sebutan ulama di Kalimantan Selatan), para orangtua pun bersiap-siap berdiri di samping ayunan masing-masing. Anak-anak dibuai dalam ayunan dengan diiringi selawat Nabi. Suasana tampak khusyuk. Dengan pembacaan selawat bersama-sama, semua yang hadir memuji dan membuktikan cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, masih diiringi selawat, ibu-ibu menggendong anaknya, lalu berjalan ke panggung utama. Tuan Guru duduk di panggung, bersiap memberikan tapung tawar. Tapung tawar merupakan ritual doa dengan cara memegang jidat anak dan memercikkan air tutungkal (air campuran minyak, rempah-rempah harum, dan minyak buburih) ke jidat, lengan, bahu, ubun-ubun, dan kaki. Prosesi Baayun Maulud pun ditutup dengan pembacaan doa oleh Tuan Guru.


Orang dewasa pun tidak ketinggalan ikut menyemarakkan tradisi Baayun Maulud
        Ada yang unik dalam setiap perayaan Baayun Maulud. Pesertanya tidak hanya dari anak-anak, melainkan juga orang dewasa. Tapi, jangan harap mereka bisa "benar-benar" baayun seperti anak-anak, ya. Takutnya paring alias bambu, tempat menggantung ayunan itu patah dan tendanya roboh! Hahaha.... Peserta usia dewasa itu baayun secara simbolis saja. Mereka tetap duduk di ayunan di atas bangku.

Bjm, 170215 
       

Kutang


KAMARKU berada di lantai atas dan sering dijadikan tempat mengobrol oleh teman-temanku. Seperti biasa, kami menikmati camilan di kamar kosku bercat warna abu-abu itu. Yang namanya cewek semua, obrolan pun tentu tak jauh dari hal yang berhubungan dengan wanita. Entah kenapa topik pembicaraan kali ini adalah kutang alias bra alias BH. Siapa yang tidak tahu pakaian dalam itu?
“Ran, tahu, nggak, cara mengetahui ukuran kutang orang?” tanyaku pada Rani.
“Ya..., ditanyain. Masa ngukur pakai meteran?” jawab Rani.
Teman-teman tertawa sambil khusyuk menikmati kuaci.
“Macam-macam aja, deh, pertanyaanmu, Ai!” sahut Ifa dengan mulut penuh roti.
“Pertanyaan serius ini. Siapa tahu nanti suami kalian beliin kutang, tapi nggak tahu ukurannya....
“Udah, deh, emang gimana cara ngukurnya?” desak Rani.
“Begini. Lihat caraku, ya! Tanyain aja ke penjualnya, ‘Mbak, kutang yang seukuran segini, ada nggak?,” kataku sambil mendekatkan kedua telapak tangan ke dada Rani. Hampir dekat... semakin dekat...
“Ai gila!!!” teriak mereka berbarengan.
Kulit kuaci pun beterbangan ke mukaku. Bantal guling tiba-tiba begitu lihai berakrobat. Hadeeeh....
“Hahaha....” Aku lari keluar kamar dengan terbahak.
Tak lama, HP di saku celanaku berdering. Sebuah panggilan masuk dari sepupuku paling cantik sehutan Kalimantan. Sebenarnya, dia sepupu jauhku. Kata orang Banjar, sih, sepupu tiga kali karena kakek dan nenek kami sepupuan. Kutinggalkan teman-temanku, lalu duduk di tangga. Kebetulan Ida juga sedang teleponan dengan... tunangannya mungkin.
“Apa kabar?” sapa sepupuku.
“Alhamdulillah. Lagi di mana?” tanyaku.
Kami pun asyik mengobrol. Anehnya, topik obrolan kami adalah kutang! Katanya, di kampung, kutang-kutang dibiarkan menghiasi jalan.
"Ah, biarin aja. Lumayan biar kampung aman. Maling jemuran, maling kelaparan, maling apa pun pokoknya, nggak bakal berani mengganggu warga," kataku.
"Emang, sih, tapi aku takut," sahutnya.
"Takut apa? Oh, iya, kamu, kan, takut lihat kutang. Idih! Lama-lama bakal terbiasa dan kamu pasti menikmatinya. Demi, lho, demi stabilitas ekonomi negara."
"Tetap aja, takuuut.... Macam-macam pula warnanya."
Obrolan kami berakhir dengan kesimpulan, sepupuku tetap takut melihat kutang. Aku cuma geleng-geleng kepala. Tidak adakah topik yang lebih asyik dan seksi daripada kutang?
Ida yang dari tadi diam mendengarkan obrolanku tentang kutang, bertanya dengan tampang aneh dan penasaran.
"Ih, parah! Di kampungmu, kutang-kutang dijadiin apa tadi? Dipajang di jalanan? Tradisi? Aneh! Mengerikan!"
Aku tertawa nyaring. "Wi, kutang itu bahasa kampungku. Bukan bra atau BH, lho! Tapi, anjing!"
"Hah? Jadi, bahasa sana anjing itu kutang. Hahaha...."

Bjm, 271014
*Kutang di Kandangan, Kalimatan Selatan, berarti anjing. Biasanya jadi penjaga kebun. ;)

Sabtu, 14 Februari 2015

Pura-pura Berpuisi

Aku berpuisi
Tentang lapar dan haus
Para gelandangan di jalanan
Tapi aku pura-pura berpuisi
Sebab tak tahu perih mengiris hati

Aku berpuisi
Tentang kemiskinan dan kemalangan
Seorang ibu pengemis dan bocah pemulung
Tapi aku pura-pura berpuisi
Sebab tak tahu timbunan doa di pembuangan sampah

Aku berpuisi
Tentang bangsa dan rakyat
Para pejabat dan janji-janji koyak
Tapi aku pura-pura berpuisi
Sebab tak tahu dalamnya luka para pejuang

Aku berpuisi
Tentang hukum dan keadilan
Pencopet, maling sandal, dan pedagang kaki lima
Tapi aku pura-pura berpuisi
Sebab tak tahu lumbung padi yang dibakar

Aku berpuisi
Tentang tanah, darah, dan air mata
Tuan-tuan, puan-puan
Aku benar-benar pura-pura berpuisi
Sebab aku bisu menikmati drama negeri

Bjm, 140215

Resep Kue Putri Salju ala Chef Edib


Blog ini sepertinya dihuni jin dan kuntilanak. Penuh sarang laba-laba, berdebu, dan auranya seram benar. -_- Okelah, edisi perdana blog racauan kali ini adalah hasil kreasi chef paling malas seantero dunia persilatan, eh, masak-memasak. Haiyah! Benar, lho, saya sebenarnya ahli masak (masak air, masak nasi, masak hatimu... ups!). Tapi, seringnya malas tingkat dewi tercantik sealam nokturnal! :p

Hadeeeh, mukadimahnya bakal tidak bisa direm, nih. Okelah, siapa, sih, yang tidak kenal kue putri salju? Kue ini kue favorit saat hari raya. Sensasi dingin "salju"-nya pasti bikin lidah kelepek-kelepek dan serasa berada di Kutub Utara. Tidak niat bikin, tapi kemarin keponakan yang lucu-lucu itu---Fuza dan Safa---minta dibuatkan kue ini. Ditambah pula beberapa minggu lalu, Kakak protes, "Dulu ngebet banget mau beli microwave. Udah dibelikan microwave, malah dipajang aja di atas lemari." Malas memang kebiasaan yang perlu diberantas, kawan-kawan! :D

Cara bikinnya gampang banget. Bahan-bahannya juga bisa dibeli di mana saja: di kios sebelah rumah, minimarket, supermarket, pasar, bahkan mungkin stok sembako di lemari. Minta ke tetangga bisa juga. Ups! Resep ini saya dapat dari googling beberapa tahun lalu. Kawin-mengawinkan resep, akhirnya jadi resep ala chef Edib. Ini resep ukuran tepung terigu 1 kg karena saya tidak pernah bikin kurang dari 1 kg. Keponakan bejibun soalnya. :D Kalau mau bikin pakai tepung 1/2 kg, ya, tinggal dibagi dua bahan-bahannya. Oh, ya, saya dan krucil-krucil tidak suka pakai campuran kacang di adonannya. Kalau mau ditambah keju, boleh juga. Sayang, orang rumah tidak terlalu suka rasa keju. Sukanya yang original.



Bahan-bahan:
1. Tepung terigu 1 kg
2. Tepung maizena 100 gram
3. Margarin 750 gram
4. Kuning telur 5 biji
5. Garam 1 sdt
7. Gula halus 150 gram (buat adonan)
8. Gula halus 700 gram (buat taburan)

Cara membuat:
1. Kuning telur, margarin, garam, dan 150 gula halus diadon dengan mikser sampai lembut banget (warnanya berubah jadi krem muda).
2. Masukkan tepung maizena sambil dimikser.
3. Matikan mikser. Masukkan tepung terigu, lalu uleni adonan pakai tangan sampai menyatu dan tidak lengket (Tidak perlu pakai linggis, ya. Eits, jangan lupa tangannya dicuci dulu! :p ). 
4. Adonan siap dicetak. Bisa pakai alat cetakan atau pakai tangan. Biasanya, sih, saya bentuk bulan sabit atau bulat, tapi kali ini Fuza dan Safa pengin bentuk "lope-lope". :D
5. Taruh cetakan di loyang yang sudah diolesi margarin. Siap dipanggang, deh!
6. Taburi gula halus selagi kue masih hangat. Dijamin, sebelum kue dingin, satu loyang kue pasti ludes dimakan krucil-krucil. :D

Gampang banget, bukan? Saat Lebaran, kue putri salju ini biasanya lebih dulu habis dibandingkan kue yang lain.



Catatan:
1. Panaskan dulu microwave sebelum dipakai. Saya belum tahu pasti berapa besar suhu microwave untuk kue kering. Tapi, saya pakai suhu maksimal 200°C. Mengira-ngira saja. Lama pemanggangan 20 menit.
2. Jangan lupa sebut nama saya tiga kali! Halah! :v 

Selamat memasak!