Minggu, 12 Oktober 2014

Tanpa Ucapan Magis

(sumber: Google)


Aku termasuk pengguna aktif angkutan umum sejak SMA. Bisa dibilang aku kekasih setia sopir-sopir juga tukang ojek. Bisa dibayangkan sepinya dunia angkutan umum di Banjarmasin bila aku absen naik angkot. Pletak! :v Alasannya adalah aku tidak bisa mengendarai motor. Lucu, ya? Di zaman begini canggihnya, kok, masih ada makhluk Tuhan yang tidak bisa mengendarai motor. :( Sudah belajar, sih, tapi sering jatuh. Pertama kali belajar, eh, malah menabrak tiang listrik. Kedua kalinya malah menabrak pohon mahoni.
        Lupakan tentang makhluk Tuhan paling manis di atas (ditabok orang sekampung). Aku hanya mau menuliskan keresahan hati. Karena sering naik angkot, aku sering mendapati berbagai tipikal penumpang. Dari perokok bermuka batu meski sudah ditegur, perokok gampang ditegur, penumpang yang duduk seenak pantatnya (dia kira angkot rumahnya sendiri kali, ya), penumpang yang kurang bayar tarif angkot, penumpang tanpa ucapan magis, dan lain-lain.
       "Penumpang tanpa ucapan magis" yang aku maksud adalah penumpang yang membayar ongkos angkutan umum tanpa ucapan terima kasih, bahkan memberikan uangnya dengan cara sedikit dilempar (diempas). Kebanyakan penumpang yang aku temui di atas berstatus pelajar. Ada juga penumpang lainnya. Ucapan terima kasih tidak hanya sekadar basa-basi, melainkan gambaran perilaku seseorang. Apa jadinya kehidupan sosial masyarakat tanpa ucapan terima kasih, tanpa keramahan, tanpa kesopanan masing-masing individu? Sopir memang dibayar, tapi bukan berarti kita mengabaikan sikap saling menghormati.
       Aku hanya berdoa semoga penumpang seperti itu jadi sadar, apalagi beberapa pelajar yang merupakan generasi penjaga budaya bangsa yang selama ini dikenal ramah oleh bangsa lainnya. Namun, aku kadang bahagia tak terkira bila mendapat pelajar yang dengan sopan dan senyum manis membayar ongkos angkutan umum.